Anggota Komisi II DPR RI Soroti Kebijakan Mendagri Soal Kebijakan Penundaan Pemilihan Kepala Desa
Anggota Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menyoroti soal terbitnya Surat Edaran (SE) Mendagri tentang penundaan Pilkades Serentak.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menyoroti soal terbitnya Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 141/4528/SJ tertanggal 10 Agustus 2020 tentang penundaan Pilkades Serentak sampai selesainya pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020.
Menurut Yanuar, surat edaran tersebut merupakan saran yang tidak mengikat.
"Saran itu bersifat fleksibel dan pertimbangan, bukan instruksi di mana pemerintah daerah tidak ada kewajiban atas saran itu,” ujar Yanuar dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Minggu (16/08/2020).
Baca: Kasus Covid-19 Melonjak di Purwakarta, Ada Satu Desa yang Harus Diisolasi, Pemerintah Beri Makanan
Politisi PKB tersebut mengatakan surat edaran mengenai penundaan penyelenggaraan Pilkades lebih kepada bagaimana Mendagri Tito Karnavian mengingatkan protokol kesehatan dalam Pilkades.
Dirinya pun menegaskan posisi surat edaran hanya mengingatkan, bukan mewajibkan.
“Posisi surat edaran dapat dilihat dari sisi positif yang jika dilihat, maka bisa menjadi pengurangan penyebaran Covid-19 di beberapa wilayah,” katanya.
Namun, jika tetap melakukan Pilkades, Yanuar meminta agar protokol kesehatan diterapkan dalam seluruh tahapan penyelenggaran.
Baca: Warga Desa Ini Jadi Makmur Setelah Warganya Beternak Ular
“Jika ada kampanye, maka dilakukan secara door to door dan menggunakan media komunikasi lain, bukan berkumpul di lapangan. Para calon dan tim sukses dapat kreatif menggunakan cara selain berkumpul di lapangan,” tuturnya.
Begitu juga saat pencoblosan, Yanuar menyebut, agar protokol kesehatan lebih diperketat.
Panitia Pilkades juga memberikan waktu yang lebih pasti untuk menghindari kerumunan.
“Pemilih harus diatur. Pada sisi lain panitia menyiapkan pencegahan dini dalam menghindari berkumpulnya. Jika wilayah tersebut dirasa aman, maka Pilkades dapat dilakukan,” ujarnya.
Dalam skala yang lebih luas, Yanuar juga mengingatkan kepada pemerintah pusat agar konsisten membuat kebijakan dan peraturan terutama soal pelaksanaan Pemilu di berbagai macam tingkatan.
Baca: Penderita Penyakit Chikungunya di Desa Sukamulya Cianjur Bertambah Jadi 45 Orang
“Jika persoalan berkumpulnya karena mengurangi Covid-19, maka kebijakan tentang Pilkada 2020 juga harus konsisten dilarang,” katanya.
Sebelumnya, terbuit surat edaran yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengenai saran penundaan pemilihan kepala desa serentak dan pemilihan kepala desa antarwaktu.
Surat tersebut menimbulkan keresahan di beberapa wilayah seperti Bogor, Bekasi, Sumedang, Ciamis, dan Cianjur.
Di Ciamis misalnya, Pilkades serentak di 143 desa diitunda usai Pilkada Serentak 9 Desember 2020 nanti, lantaran terbitnya SE Mendagri dan menyusul SK Bupati No 141.1/Kpts.428-Huk/2020 tertanggal 14 Agustus 2020.
Surat tersebut menimbulkan kekecewaan terutama di kalangan calon kades dan pendukungnya hingga terjadi unjuk rasa, Kamis (13/8/2020) dan Jumat (14/8/2020), yang menuntut Pilkades Serentak di Ciamis tetap digelar pada Sabtu (15/8/2020).
Bupati Ciamis Herdiat Sunarya pun meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Tatar Galuh Ciamis terkait hal tersebut.
Dia meminta maaf kepada 509 calon kades, panitia pilkades, pjs kades, tim sukses, relawan, pendukung, dan berbagai elemen masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan Pilkades Serentak.
Diakui Herdiat Sunarya, penundaan pelaksanaan Pilkades serentak di Ciamis sangat memberatkan banyak pihak.
“Pemerintah pusat punya pandangan lain, untuk kepentingan bangsa dan negara. Kita harus memahami, mungkin ini jalan terbaik,” ujar Herdiat Sunarya dikutip Tribun Jabar, Sabtu (15/8/2020).
Menyusul ditundanya pelaksanaan Pilkades Serentak di Ciamis, Herdiat Sunarya mengimbau masyarakat Ciamis untuk selalu menjaga keamanan dan ketertiban.
"Jaga kondusivitas Ciamis,” katanya.