Lima Fitur Pemimpin Masa Depan yang akan Dilahirkan Partai Gelora Melalui Lembaga API
Menurut Anis penting sekali jika seorang pemimpin memiliki kesadaran mendalam akan krisis
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia meresmikan lembaga Akademi Pemimpin Indonesia (API), Senin (17/8/2020).
API didirikan untuk menciptakan para pemimpin masa depan bangsa yang mampu mewujudkan cita-cita partai Gelora, yaitu menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar kelima di dunia.
"API untuk memberikan solusi kedua dari yang kita perlukan, dari setiap krisis setelah peta jalan pemimpin dan determinasi kolektif. Kita ingin arah baru untuk bisa membawa Indonesia jadi kelima dunia," ucap Anis saat berpidato di siaran langsung YouTube Partai Gelora.
Anis menjelaskan, ada lima fitur utama seorang pemimpin menurut Partai Gelora.
Fitur pertama calon pemimpin baru yang akan dilahirkan Partai Gelora melalui API adalah pemimpin yang memiliki kesadaran mendalam tentang krisis.
Menurut Anis penting sekali jika seorang pemimpin memiliki kesadaran mendalam akan krisis.
Kedua, seorang pemimpin harus memiliki semangat kepahlawanan dan tanggung jawab yang tinggi.
Dalam hal ini, pemimpin di mata Anis memiliki apa yang disebut semangat kepahlawanan nubuwwah dan semangat kepahlawanan profetik.
Baca: Anis Matta Sebut 3 Hal Ini yang Diperlukan untuk Hadapi Krisis Besar
"Dia memiliki apa yang kita sebut sebagai profetik heroism, jadi dia merasa memiliki tanggung jawab pribadi atas masalah bangsanya, bahwa krisis ini secara pribadi panggilan dirinya, dan panggilan inilah yang dia jawab," jelas Anis.
Anis mengatakan, ini merupakan ciri pahlawan yang memiliki semangat nubuwwah.
Yaitu semangat pertanggungjawaban baik kepada Allah, manusia, sejarah dan kepada generasi yang akan datang kemudian.
Baca: Peringati HUT RI ke-75 Partai Gelora Launching Api Gelora
Ketiga yakni pemimpin yang membicarakan solusi, bukan membicarakan masalah.
"Dalam makna itu, kita ketemu dengan persoalan utama, bahwa dalam krisis besar manusia butuhkan agama sebagai pegangan, dan pengetahuan sebagai cara kerja. Memadukan agama dan pengetahuan adalah narasi besar sepanjang peradaban," katanya.