Imparsial Tanggapi Penjelasan Danjen Kopassus Soal Sejarah Pelibatan TNI Atasi Aksi Terorisme
Senada dengan Cantiasa, menurut Ghufron pelibatan TNI dalam mengatasi sejumlah aksi terorisme bukanlah hal yang baru.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Cantiasa mengatakan prajurit TNI telah dilibatkan dalam mengatasi aksi terorisme di Indonesia sejak operasi pembebasan sandera Pesawat Garuda DC-9 “Woyla” pada 1981 di Bandara Don Muang Bangkok Thailand.
Selanjutnya adalah operasi pembebasan tim ekspedisi Lorentz 95 yang disanderan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Mapenduma Papua pada 1996.
"Kemudian operasi pembebasan tim Lorentz yang ada di Irian Jaya. Juga sama, bagaimana TNI dilibatkan dalam operasi pembebasan sandera. Dan kebetulan saya juga ikut terjun langsung di sana ada saat itu, saya masih Letnan Satu," kata Cantiasa dalam tayangan Podcast Puspen TNI yang diunggah di kanal Youtube resmi Puspen TNI pada Senin (17/8/2020).
Selain itu ia juga menceritakan operasi pembebasan sandera ABK kapal MV Sinar Kudus yang dibajak pada 2011 di Perairan Somalia.
Cantiasa mengatakan ia yang saat itu menjabat sebagai Komandan Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor 81) Kopassus turut terlibat dalam merancang operasi tersebut.
Saat itu, kata dia, timnya melaksanakan operasi bersama pasukan elit TNI AL yakni Detasemen Jalamangkara.
Menurutnya operasi tersebut adalah operasi yang punya tingkat kesulitan sangat tinggi.
"Pada saat itu saya ikut terlibat merancang bersama Komandan Detasemen Jalamangkara menyiapkan pasukan untuk melaksanakan tugas-tugas ke Somalia. Pada saat itu saya rasakan operasi kita harus rahasia. Memang pada saat itu Pak Presiden memerintahkan kepada Danjen Kopassus yang pada saat itu Bapak Mayjen Lodewick Paulus, kemudian kepada saya Komandan Satuan Antiteror bahwa operasi ini tidak boleh keluar ke mana-mana beritanya. Jadi yang tahu melaksanakan operasi pembebasan hanya kamu dan saya (Presiden)," ungkap Cantiasa.
Selain itu, kata Cantiasa, TNI juga dilibatkan dalam operasi Tinombala di Poso sejak 2016 hingga saat ini.
"Kemudian yang ada di Kampung Banti Tembagapura juga sempat kejadian 2017 pada saat itu, itu ada masyarakat Papua di sana sempat di sandera sehingga TNI harus dilibatkan untuk melaksanakan tugas," kata Cantiasa.
Oleh karena itu, kata Cantiasa, TNI perlu dilibatkan dalam penanganan aksi terorisme.
Terlebih, kata dia, hal itu merupakan perintah Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme khususnya dalam pasal 43 I.
"Disampaikan di sana dalam pasal 43 I ayat 1 bahwa peran TNI adalah melaksanakan operasi militer selain perang. Kemudian di ayat 3-nya disampaikan, dalam mengatasi aksi terorisme ini itu dijabarkan dalam peraturan presiden yang saat ini sedang digodok oleh Kemenko Polhukam dan sudah masuk ke DPR. Mudah-mudahan menjadi payung hukum untuk TNI," kata Cantiasa.
Ia pun meminta dukungan dari semua elemen bangsa terkait Rancangan Perpres tersebut agar TNI dapat membantu melakukan tugas-tugas penanggulangan terorisme di wilayah-wilayah yang tingkat kesulitannya sangat tinggi.