Pengusaha Ini Mogok Makan dan Nginap di Emperan karena Tagihan Belum Dibayar
Abdul Malik Thalib (37), seorang pengusaha kontraktor mengaku sudah tidak lagi memperdulikan rasa malu.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Abdul Malik Thalib (37), seorang pengusaha kontraktor mengaku sudah tidak lagi memperdulikan rasa malu.
Bersama seorang istri dan tiga anaknya, Abdul sudah hampir dua pekan menginap di emperan Kantor BUMN PT Perikanan Nusantara (Perinus).
Abdul dan keluarga hidup seadanya di emperan kantor BUMN Perinus.
Baca: Kelola Bongkar Muat, BUMN dan Swasta Harus Diberi Kesempatan Sama
Tidur di atas karpet beralas trotoar, membawa poster, baliho, sejumlah botol air mineral, dan tas-tas berisi pakaian.
Abdul dan istri turut memasang poster dan baliho, menuntut BUMN Perinus membayarkan hak Abdul senilai Rp 2,6 miliar hasil mengerjakan proyek pengadaan interior Anaya Resto.
Angka itu terdiri dari Rp 1,6 miliar uang yang harus dibayarkan kepada PT Debitindo Jaya dan Rp 1 miliar kepada PT Nina Proganda Putri.
Abdul merupakan kontraktor PT Debitindo Jaya, sementara PT Nina Proganda Putri adalah kontraktor rekanannya.
Hidup seadanya di emperan Kantor BUMN Perinus, Abdul dan istrinya Rabu ini, 26 Agustus 2020, resmi memulai aksi mogok makan.
Baca: Edhy Prabowo Usul Perinus dan Perindo Masing-masing Dapat PMN Rp 500 Miliar, Ini Alasannya
Aksi ini merupakan puncak protes Abdul yang selama 1,5 tahun tidak pernah digubris oleh BUMN Perinus.
"Mogok makan ini bagian dari puncak protes kami yang selama 1,5 tahun ini tidak pernah digubris. Kami ini diperlakukan bukan seperti kontraktor, seperti orang minta-minta selama 1,5 tahun ini," ucap Abdul kepada Tribunnews saat ditemui di lokasi, Rabu (26/8/2020).
Aksi tinggal di emperan Kantor BUMN Perinus merupakan inisiatif Abdul bersama rekan-rekannya atas nama Abu Bakar, Zakaria, Suwondo, dan Feri. Mereka berlima merupakan orang yang paling dirugikan dalam perkara ini.
Abdul menceritakan, mendapatkan proyek pengadaan interior Anaya Resto BUMN Perinus melalui sebuah lelang.
Namun ia tak pernah menyangka bila hasilnya akan seperti ini. Di mana uang pembayaran senilai Rp 2,6 miliar atas tender pengadaan interior itu tak kunjung diterima Abdul meski telah rampung garap 16 bulan lalu.
"Sangat tidak percaya hasilnya seperti ini. Itukan BUMN. Pernah kami coba di dalam, aksi baik-baik. Ditemui oleh Komut dan Dirut, jajaran dewan Komisaris dan jajaran dewan Direksi. Komut menyampaikan permohonan maaf dan berjanji mewakili direktur untuk menyelesaikan persoalan ini," tutur Abdul.
"Ternyata hasilnya nihil. Hanya diberikan surat, itu komisaris yang ngomong, sama mereka juga tidak didengar. Kemudian kami melaksanakan aksi di luar," sambung Abdul.