Perang Generasi Keenam yang Akan Dihadapi Indonesia Juga Menyasar Opini dan Pikiran Rakyat
Musuh juga akan berusaha menyasar sensor dan senjata lawan tanpa diketahui, menghancurkan instalasi strategis atau militer
Penulis: Gita Irawan
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya TNI (Purn) Agus Setiadji mengungkapkan berdasarkan kajiannya Indonesia ke depannya akan menghadapi perang generasi keenam yang merupakan perang generasi terbaru.
Satu di antara yang menjadi sasaran oleh musuh, kata Agus, adalah opini dan pikiran rakyat.
Selain itu, kata Agus, musuh juga akan berusaha menyasar sensor dan senjata lawan tanpa diketahui, menghancurkan instalasi strategis atau militer, serta mengendalikan informasi.
Sedangkan ciri-ciri dari perang tersebut menurut Agus adalah kendali sensor (C4ISR), pengelabuan, false target, big data, kendali struktur komando, kontrol, dan operasi serta melumpuhkan sistem senjata.
Sarana dan prasarana yang digunakan dalam perang tersebut, kata Agus, antara lain blind spot, electronik inteligent (ELINT), cyber, satelit, ECM, electronic warfare, dan network electronic warfare remotely operated.
Sedangkan alat-alat senjata digunakan sangat speisifik meliputi pesawat tempur, UAV, UUV, unmanned ship, pasukan khusus darat, kapal selam atau kapal atas air, maupun high precision missile.
Inti dari kemampuan tersebut, kata Agus, adalah untuk mengendilkan dan memanipulasi ruang dan waktu.
Baca: Tentara Inggris Diciduk Karena Tolak Perang di Yaman, Pasukan Ansarallah Sukses Sapu Markas ISIS
Hal itu diungkapkan Agus dalam diskusi virtual yang digelar Jakarta Defence Studies pada Rabu (26/8/2020).
"Sehingga dengan keputusan hanya butuh waktu 15 sampai 30 menit melalui pelaksanaan Observe, Orient, Decide, dan Act (OODA) kita akan berhadapan dengan musuh yang ingin menguasai sensor dan senjata lawan tanpa diketahui, menghancurkan dan melumpuhkan instalasi strategis militer lawan, mempengaruhi opini dan pikiran dari rakyat lawan atau battlespace of mind. Yang terakhir adalah mengendalikan, menyesatkan, mengelabui, informasi dan sensor lawan," kata Agus.
Agus menjelaskan perang generasi keenam akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi alutsista.
Keberadaan sejumlah alutsista generasi baru, kata Agus, menjadi dampak nyata dari persaingan perkembangan senjata strategis di dunia.
Menurutnya berbagai platform senjata strategis terbaru memperlihatkan berbagai keunggulan dibandingkan generasi-generasi sebelumnya.
"Kita menghadapi perang generasi keenam tidak bisa dengan kekuatan perang generasi kelima, keempat, ketiga dan seterusnya," kata Agus.
Baca: Ngaku Jatuh Miskin, Ivan Gunawan Bongkar Isi Saldo ATM-nya: Uang Gue di Bawah Rp 500 Juta Deg-degan
Untuk itu, menurutnya Indonesia harus bergantung pada industri pertahanannya baik itu BUMN maupun BUMS yang berkaitan dengan militer.
"Artinya bahwa kementerian lembaga di Indonesia harus bisa menyatu menjadi kesatuan utuh untuk menghasilkan SDM maupun industri pertahanan yang tangguh," kata Agus.
Sebelumnya Agus juga menjelaskan perang generasi pertama diawali pada 1648-1860 di mana lebih fokus antara dua pasukan berhadapan, cenderung kepada kemampuan taktik senapan smoothbore dan taktik garis dan lajur.
Sedangkan perang generasi kedua lebih cenderung kepada massed firepower yang berdasar pada unit-unit kecil dengan kemampuan senjata laras panjang dan machine gun serta menghasilkan konsep strategi benteng dan parit.
"Contoh perang generasi kedua adalah Perang Dunia Pertama," kata Agus.
Perang generasi ketiga, kata Agus, lebih cenderung kemampuan manuvering, blietzkrieg atau serangan kilat, dan pendadakan.
Contoh perang generasi ketiga adalah Perang Dunia Kedua dan Perang Vietnam.
Perang generasi keempat, kata Agus, pada 2001 sampai 2019 ditandai dengan tidak jelasnya antara garis antara perang dan poltik, kombatan maupun warga sipil, dan violent non state actor.
"Ini lebih cenderung melibatkan negara-negara gagal. Dan cenderung juga berkepanjangan," kata Agus.
Untuk perang generasi kelima yang berlangsung sejak 2019 sampai sekarang adalah cyber warfare, perang menggunakan sistem komputer melalui ruang cyber dengan kemampuan menyerang dan bertahan, serta C4ISR.
"Contoh sederahana kejadian di Irak, War of Stuxnet, Operation Aurora di mana tidak ada masalah apapun tahu-tahu nuklir meledak, tahu-tahu fasilitas meledak dan lainnya," kata Agus.