Indonesia Terima RBP 103,78 Juta Dollar AS dari Global Climate Fund
Siti Nurbaya Bakar mengatakan pengakuan ini jadi bukti komitmen dan kinerja Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim
Penulis: Gita Irawan
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia mendapatkan pengakuan dari komunitas global atas keberhasilan pengurangan emisi gas rumah kaca dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan.
Pengakuan tersebut berupa persetujuan dari Global Climate Fund pada 21 Agustus 2020 yang mengucurkan dana senilai USD 103,78 juta dengan skema result based payment (RBP) dari program REDD+ (reducing, emissions from deforestation and forest degradation) atau pengurangan emisi dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan sebesar 20,3 juta ton untuk tahun 2017.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan hal tersebut menjadi bukti komitmen dan kinerja Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim.
Ia menjelaskan RBP REDD+ adalah pembayaran berbasis hasil kerja atas keberhasilan penurunan emisi yang laporannya telah diverifikasi oleh tim teknis independen yang ditunjuk oleh sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
"Jadi ini bukan klaim Indonesia sepihak tetapi klaim yang telah diverifikasi kebenaran data dan konsistensi metodologinya oleh tim teknis independen yang ditunjuk oleh UNFCCC. Konteksnya yang paling penting yang ingin kami sampaikan adalah bahwa ini berarti komitmen pengendalian perubahan iklim dari Paris Agreement itu Indonesia tetap konsisten. Sudah ada ratifikasinya dalam Undang-Undang 16 tahun 2016," kata Siti dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis (27/8/2020).
Baca: Menteri LHK: Perjanjian Indonesia dan Norwegia Soal Gas Rumah Kaca Tetap Dilanjutkan
Siti menjelaskan tren deforestasi Indonesia menunjukan penurunan sejak angka tertingginya yakni 3,51 juta hektar per tahun pada periode 1996 sampai 2000.
Kemudian setelah 15 tahun laju deforestasi terus menurun hingga mencapai angka terendahnya yakni 0,40 juta hektar per tahun pada periode 2013 sampai 2014.
Siti menjelaskan keberhasilan pemerintah mengurangi laju deforestasi secara konsisten, antara lain karena sejumlah hal di antaranya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, penghijauan, perlindungan dan pengamanan kawasan hutan, dan akses kelola hutan oleh masyarakat.
Selain itu juga karena perlindungan dan pengendalian hutan dan lahan, penanganan pelanggaran batas kawasan, peringatan tertulis perusak hutan, peringatan-peringatan pelanggaran, pemantapan kawasan, dan penerapan sistem legalitas kayu dan pengendalian yang ketat dari berbagai perizinan.
Baca: Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca, Perilaku Saat Pandemi Harus Dipertahankan
Sejak tahun 2011, kata Siti, pemerintah telah membuay moratorium perizinan baru pada kawasan hutan primer dan gambut.
Oleh karena itu, kata Siti, sejak 2011 sampai dengan 2017 dibandingkan dengan tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 mendapat penurunan deforestasi yang cukup besar.
Selanjutnya pemerintah terus memperbaiki moratorium tersebut setiap dua tahun.
Kemudian pada 2019 pemerintah menetapkan untuk menghentikan untuk perizinan baru di hutan primer dan lahan gambut.