Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Indonesia Terima RBP USD 103,78 Juta dari Global Climate Fund Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan hal tersebut menjadi bukti komitmen

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Indonesia Terima RBP USD 103,78 Juta dari Global Climate Fund Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Humas KLHK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat memimpin rapat evaluasi pelaksanaan operasi TMC, yang berlangsung virtual, Selasa (25/8/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih dalam suasana bulan Kemerdekaan Republik Indonesia, Indonesia mendapatkan pengakuan dari komunitas global atas keberhasilan pengurangan emisi gas rumah kaca dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan.

Pengakuan tersebut berupa persetujuan dari Global Climate Fund pada 21 Agustus 2020 yang mengucurkan dana senilai USD 103,78 juta dengan skema result based payment (RBP) dari program REDD+ (reducing, emissions from deforestation and forest degradation) atau pengurangan emisi dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan sebesar 20,3 juta ton untuk tahun 2017.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan hal tersebut menjadi bukti komitmen dan kinerja Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim.

Baca: Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor: Bank Sampah Organik, Masa Depan Pengelolaan Sampah

Ia menjelaskan RBP REDD+ adalah pembayaran berbasis hasil kerja atas keberhasilan penurunan emisi yang laporannya telah diverifikasi oleh tim teknis independen yang ditunjuk oleh sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

"Jadi ini bukan klaim Indonesia sepihak tetapi klaim yang telah diverifikasi kebenaran data dan konsistensi metodologinya oleh tim teknis independen yang ditunjuk oleh UNFCCC. Konteksnya yang paling penting yang ingin kami sampaikan adalah bahwa ini berarti komitmen pengendalian perubahan iklim dari Paris Agreement itu Indonesia tetap konsisten. Sudah ada ratifikasinya dalam Undang-Undang 16 tahun 2016," kata Siti dalam konferensi pers secara virtual pada Kamis (27/8/2020).

Baca: Soal & Jawaban TVRI SD 1-3, 14 Agustus 2020: Cinta Tanah Air, Peduli Lingkungan, dan Sayang Keluarga

Siti menjelaskan tren deforestasi Indonesia menunjukan penurunan sejak angka tertingginya yakni 3,51 juta hektar per tahun pada periode 1996 sampai 2000.

Berita Rekomendasi

Kemudian setelah 15 tahun laju deforestasi terus menurun hingga mencapai angka terendahnya yakni 0,40 juta hektar per tahun pada periode 2013 sampai 2014.

Siti menjelaskan keberhasilan pemerintah mengurangi laju deforestasi secara konsisten, antara lain karena sejumlah hal di antaranya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, penghijauan, perlindungan dan pengamanan kawasan hutan, dan akses kelola hutan oleh masyarakat.

Selain itu juga karena perlindungan dan pengendalian hutan dan lahan, penanganan pelanggaran batas kawasan, peringatan tertulis perusak hutan, peringatan-peringatan pelanggaran, pemantapan kawasan, dan penerapan sistem legalitas kayu dan pengendalian yang ketat dari berbagai perizinan.

Sejak tahun 2011, kata Siti, pemerintah telah membuay moratorium perizinan baru pada kawasan hutan primer dan gambut.

Oleh karena itu, kata Siti, sejak 2011 sampai dengan 2017 dibandingkan dengan tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 mendapat penurunan deforestasi yang cukup besar.

Selanjutnya pemerintah terus memperbaiki moratorium tersebut setiap dua tahun.

Kemudian pada 2019 pemerintah menetapkan untuk menghentikan untuk perizinan baru di hutan primer dan lahan gambut.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas