Pemerintah Disarankan Bijak Dalam Menggelar Jaringan Telekomunikasi di Daerah 3T
kominfo memiliki banyak pilihan untuk memberikan layanan telekomunikasi di 12.500 desa yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
![Pemerintah Disarankan Bijak Dalam Menggelar Jaringan Telekomunikasi di Daerah 3T](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20130819_akses-internet-di-pedesaan_9967.jpg)
Dengan dana yang terbatas, opsi yang menurut Uchok paling terjangkau dan mudah untuk dieksekusi Menteri Johnny adalah dengan memanfaatkan jaringan Palapa Ring yang sudah tergelar.
Mengutamakan pemanfaatan jaringan Palapa Ring yang sudah tergelar menurut Uchok merupakan keinginan Presiden Jokowi.
Cara untuk memanfaatkan serta meningkatkan utilisasi Palapa Ring dapat dilakukan dengan menggunakan dana APBN 2021 untuk membuat jaringan backhaul fiber optik maupun microwave link.
Saat ini Pemerintah sudah menyediakan Sistem Komunikasi Kabel Bawah Laut (SKKL) Palapa Ring Paket Barat, Palapa Ring Paket Tengah dan Palapa Ring Paket Timur.
Utilisasi Palapa Ring dari 3 paket tersebut masih jauh di bawah harapan. Contohnya saja Palapa Ring Paket Barat yang terdiri dari 24 core (12 pair) dengan kapasitas masing-masing pair 100 Gbps.
Hingga saat ini PT Palapa Ring Barat selaku operator baru memanfaatkan 1 pair kapasitas yang ada di jaringan Palapa Ring Barat. Dari 1 pair kapasitas yang dimanfaatkan PT Palapa Ring Barat, utilisasinya pun masih terbilang rendah yaitu hanya 30%.
Memperhatikan besarnya kapasitas yang masih idel, seharusya Pemerintah melalui Kemenkominfo di bantu BPK dapat melakukan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu mengenai kapasitas dan utilisasi Palapa Ring.
Jika daerah yang disasar Kemenkominfo memiliki geografis yang menantang dan tak memungkinkan dijangkau oleh jaringan Palapa Ring, Pemerintah bisa memilih opsi untuk menggunakan satelit yang telah dioperasikan operator telekomunikasi.
Jika kapasitas satelit sudah tidak memungkinkan lagi, Uchok meminta agar pemerintah juga bisa mempertimbangkan untuk menggunakan satelit Starlink atau Low Earth Orbit Satellite (LEO).
Dari kajian awal terlihat anggaran yang dibutuhkan untuk satelit jenis ini lebih rendah. Namun, sebagai teknologi yang masih baru, tentunya kajian menyeluruh perlu dilakukan guna memastikan pilihan ini tidak membebani keuangan negara di masa mendatang.
Soal SATRIA, Uchok menilai itu bukan solusi yang bisa dipilih karena tidak sesuai dengan keinginan presiden dan juga bukan prioritas saat ini.
“SATRIA itu kan masih bermasalah dengan pendanaannya. Kalaupun selesai, paling cepat 2023 baru bisa diluncurkan. Itu kan Anang Latif, Dirut BAKTI sendiri yang bicara. Sedangkan presiden ingin solusi internet segera karena kondisinya sedang pandemi Covid-19. Jadi jelas, SATRIA itu bukan solusi,” terang Uchok.
Dilihat dari sisi anggaran, SATRIA tentu akan mengurangi kemampuan pemerintah dalam mendanai jaringan telekomunikasi di daerah 3T. Dana untuk pengadaan satelit saja Rp 21 triliun.
Belum termasuk ground segment, biaya operasional, serta availability payment yang setiap tahun harus dibayar pemerintah meskipun satelit tidak digunakan.