Mahfud MD: Jaga Komitmen Bangun Indonesia sebagai Negara Demokrasi, Bukan Sistem Lain
demokrasi tanpa kedaulatan hukum akan mengakibatkan chaos dan kesewenang-wenangan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan demokrasi akan terjaga bila beriringan dengan nomokrasi di Indonesia.
Demokrasi itu adalah kedaulatan rakyat. Sementara nomokrasi adalah kedaulatan hukum.
"Demokrasi itu kalau tidak ingin kacau harus diimbangi dengan nomokrasi. Demokrasi itu kedaulatan rakyat, nomokrasi itu kedaulatan hukum. Itu berjalan seiring," ujar Mahfud MD dalam Keynote Speech di acara Webinar Diskusi Demokrasi: Ironi Ruang Publik di Masa Pandemik Covid-19 yang diselenggarakan oleh Public Virtue Institute, Yayasan Kurawal dan Erasmus Huis Kedutaan Belanda, pada Jumat (4/9/2020), yang disiarkan langsung dj Channel Youtube Erasmus Huis.
Acara ini juga sekaligus meluncurkan buku dwilogi intelektual-aktivis AE Priyono almarhum, yang disebut oleh Mahfud MD sebagai rekannya sejak mahasiswa yang selalu berkompetisi dalam kebaikan.
Baca: Mahfud MD Bicara Praktik Industri Hukum dan Pentingnya Sanksi Moral
Karena kata dia, demokrasi tanpa kedaulatan hukum akan mengakibatkan chaos dan kesewenang-wenangan.
Sebaliknya juga hukum tanpa demokrasi atau dibuat secara sepihak oleh penguasa bisa elitia dan konservatif.
"Jadi sudah tugas kita untuk tetap menjaga demokrasi. Gimana caranya menjaga demokrasi? Ya, nomokrasi, kedaulatan hukum itu harus dijadikan komitmen oleh kita semuanya," tegas mantan Ketua MK ini.
Dia lanjutkan, Undang-Undang Dasar (UUD 1945) menegaskan, Indonesia adalah negara hukum.
Meskipun demikian, dia menjelaskan, kadangkala hukum itu seringkali berpura-pura. Bagaimana caranya?
Dia menjelaskan, itu terjadi tatkala hukum itu dijadikan sebagai industri.
"Diolah sedemikian rupa, agar semua seperti sesuai dengan hukum. Yang diributkan seperti kasus-kasus sekarang ini, orang sudah curiga hukum direkayasa, agar yang salah hanya si X dan pelaku utama bebas. Itu namanya industri hukum, dicarikan pasal agar yang benar-benar salah jadi bebas, yang salah sedikit jadi pelaku utama, dicarikan pasal ini, itu dan bukti dihilangkan, ditambahkan bukti itu. Ini industri hukum namanya," jelasnya.
Untuk itu dia mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menjaga komitmen bersama membangun negara ini sebagai negara demokrasi.
Menurut dia, demokrasi yang dipilih para pendiri negara itu sudah teruji hingga sekarang ini.
"Kita harus menjaga komitmen kita untuk membangun negara ini sebagai negara demokrasi, bukan sistem yang lain. Karena itu sudah diuji. Yakni diuji oleh perjalanan sejarah bangsa kita, maupun bangsa-bangsa lain di dunia," jelasnya.
Dalam acara ini hadir sejumlah pembicara yakni Ardi Stoios-Braken (Kedutaan Belanda), Gerry Van Klinken (Guru Besar Sejarah Universitas Queensland, Australia), Thamrin Amal Tomagola (Sosiolog dan ketua penasehat Public Virtue Institute), dan Anita Wahid (putri ketiga almarhum Gus Dur, terlibat dalam Jaringan Gusdurian, Anggota Perempuan Anti Korupsi Indonesia, dan menjabat jadi Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.