Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Sisi Positif RUU Ciptaker bagi Dunia Pendidikan

Edy memberikan masukan supaya perguruan tinggi asing yang masuk Indonesia harus bekerjasama dengan perguruan tinggi lokal,mendayagunakan dosen lokal.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Ini Sisi Positif RUU Ciptaker bagi Dunia Pendidikan
Tribunnews/JEPRIMA
Massa yang tergabung dalam berbagai aliansi buruh saat menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di sekitar gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (16/7/2020). Pada aksi tersebut buruh bersama mahasiswa menolak omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang dinilai merugikan kaum buruh. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat pendidikan tinggi, Edy Suandi Hamid menjelaskan hal positif dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) bagi dunia pendidikan.

Menurut dia, ada penegasan Pasal 65 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Aturan ini mewajibkan lembaga pendidikan asing pada tingkat dasar dan menengah memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi anak didik Indonesia.

Dalam RUU Ciptaker, anak didik di lembaga pendidikan asing juga diwajibkan untuk menambah muatan Bahasa Indonesia.

Namun, memang perlu diperjelas kaitan muatan dan mata pelajaran bahasa Indonesia di lembaga pendidikan asing tersebut.

"Namun demikian memang perlu diperjelas kata muatan dan mata pelajaran. Di samping itu, adanya standar nasional penelitian dan standar pengabdian masyarakat pada jenjang pendidikan tinggi dalam RUU CK juga merupakan amandemen yang baik dalam rangka meningkatkan kualitas riset dan kualitas pengabdian masyarakat (Pasal 35)," kata Edy saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (5/92020).

Baca: Bertemu Buruh, Ibas Pastikan Demokrat Kawal RUU Ciptaker 

Dirinya menjabarkan hal yang positif selanjutnya adalah memberikan kepastian atas berbagai kebijakan atau regulasi yang ada.

Berita Rekomendasi

"Selama ini sangat sering didengungkan bahwa dalam pengelolaan pendidikan sangat tergantung selera siapa yang menjadi menterinya, sehingga muncul adagium: ganti menteri, ganti kebijakan," tegas Edy.

Hal ini juga terjadi dengan yang sekarang ini, yang mengajukan berbagai konsep yang sebagian mengubah drastis kebijakan terdahulu.

Dalam beberapa pasal, misalnya, untuk penetapan kebijakan harus melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Dengan naungan PP maka siapapun yang menjadi Menteri tidak bisa serta merta atau seenaknya membuat suatu kebijakan tertentu.

Misalnya, dalam UU 12/2012 Pasal 33 tentang Program Studi yang kewenangannya diatur dalam Permen, dalam RUU Cipta Kerja Pasal 33 pengaturan program studi ini dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

Hal ini bisa bermakna positif karena lebih ada kepastian, dan menteri tidak bisa semaunya dalam mengatur program studi, seperti mengubah kurikulum, pemberian izin, serta pencabutan izin prodi.

Pengubahan Pasal 60 dengan penegasan bahwa “PTN didirikan oleh Pemerintah Pusat” juga amandemen yang tidak menimbulkan multi tafsir.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas