PKS Tak Setuju Program Penceramah Bersertifikat yang Digagas Kementerian Agama
Bukhori Yusuf menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap program penceramah bersertifikat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR, Bukhori Yusuf menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap program penceramah bersertifikat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama.
Bukhori menilai pola dari program tersebut berpotensi pembelahan umat dan bangsa.
“Peningkatan kapasitas da'i adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung kerja dakwah mereka di masyarakat. Akan tetapi, semenjak penunjukan Menteri Agama merupakan buah dari proses politik sehingga segala kebijakannya berpotensi memiliki muatan politis dan menuai kecurigaan, maka seharusnya program ini tidak dilakukan oleh Kementerian Agama," kata Bukhori saat rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri Agama di gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Politikus PKS itu mengusulkan program tersebut sebaiknya dilakukan oleh lembaga non pemerintah misalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau ormas keagamaan.
Baca: Pernyataannya Menulai Polemik, Menteri Agama: Saya Mohon Maaf
Sedangkan, peran Kementerian Agama yaitu mendorong penyelenggaraan sertifikasi melalui lembaga tersebut, dalam rangka memastikan substansi program tersampaikan dengan baik kepada sasaran, tanpa menimbulkan kegaduhan publik.
“Saya khawatir apabila pengelolaan lembaga (Kementerian Agama) terus dilakukan seperti ini, program-program yang semestinya membangun rahmatan lil alamin justru menjadi kontradiktif,” paparnya.
Sementara, berdasarkan keterangan Menteri Agama program penceramah bersertifikat akan menggandeng MUI, BPIP, BNPT, dan Lemhanas.
Bukhori menyesalkan pelibatan BNPT yang menimbulkan kesan seolah para penceramah membawa bibit radikalisme, dan berpotensi menimbulkan stigma negatif kepada para dai atau penceramah ini.
“Soal radikalisme ini memang masih debatable dan Pak Menteri berkali-kali menyinggung isu ini sehingga menciptakan persepsi liar di publik. Oleh karena itu, terminologi radikalisme dan radikal perlu diluruskan," tutur Bukhori.
"Dalam hemat saya, radikalisme adalah tindakan yang bermuara kepada pembubaran negara atau merebut kekuasaan atau kepemimpinan yang sah," paparnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.