Cerita Hadiah untuk Jakob Oetama Jadi Semar Saat HUT ke-75
Suwaji merasa Jakob Oetama merupakan sosok yang sederhana dan mengajarkan kebaikan ke para karyawan Kompas Gramedia.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duka mendalam dirasakan oleh para karyawan Kompas Gramedia atas wafatnya sang pendiri, Jakob Oetama.
Tak terkecuali bagi Suwadji Sudarsono (67).
Suwadji hadir saat pelaksanaan misa pelepasan pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama.
Acara dilangsungkan terbatas di Lobi Kompas Gramedia Palmerah Selatan Unit 2, Kamis (10/9/2020).
Karangan bunga turut memenuhi area Kompleks Gramedia.
Para tokoh nasional, tokoh agama, hingga karyawan turut berduka atas kepergian Sang Legenda.
Tak terkecuali bagi Suwadji.
Ia adalah seorang karyawan sejak 1976.
Pertama kali bekerja sebagai operator mesin cetak.
Ia hadir dan membawa foto bersama Jakob Oetama menjadi semar.
"Ini saat perayaan ulang tahun ke-75 Pak Jakob Oetama," tutur Suwadji seraya memperlihatkan foto bersama Jakob Oetama di Palmerah Selatan, Jakarta, Kamis (10/9/2020).
Suwadji mengatakan saat itu, sebagai karyawan yang sudah lebih dari 30 tahun bekerja di Kompas Gramedia, ia ingin memberikan kenang-kenangan kepada Jakob Oetama di Hari Ulang Tahun ke-75.
"Akhirnya memberikan hiburan seni. Jadikan Punakawan. Beliau mau diperankan ini aja luar biasa. Bertanya detail, 'Bedanya apa, semar wayang sama semar Kompas Gramedia,' nanya mendetail. Walaupun dia sebenarnya tahu," tutur Suwaji.
Akhirnya, kata Suwaji, Jakob Oetama mau jadi semar.
Bahkan, tertawa terbahak-bahak saat berlangsungnya pertunjukan tersebut.
"Dia senang ngakak ketawanya sampai. Saya jadi bagong di acara ulang tahun bapak ke-75. Saya karyawan biasa, percetakan tahun 1976-2007. Rendah hati beliau, senyumnya, kalau negurnya itu," sambungnya.
Suwaji merasa Jakob Oetama merupakan sosok yang sederhana dan mengajarkan kebaikan ke para karyawan Kompas Gramedia.
"Membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia. Dia punya jiwa, ilmu, seperti ilmu padi. Kian berisi, kian merunduk," ucap Suwaji.
"Inilah jiwa ngemongnya luar biasa. Kesederhanaan itu harus diteladani. Jiwa ngemong," sambungnya.