Pemerintah Jangan Hanya Beri Kemudahan Pemberian Izin Pembangunan Rumah Elite Tapi Juga untuk MBR
Persoalan utama yang dihadapi saat ini adalah penyediaan rumah untuk MBR terutama yang berpenghasilan tidak tetap.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Mulyanto, minta pemerintah jangan hanya memikirkan kemudahan pemberian izin pembangunan rumah elite dalam pembahasan RUU Cipta Kerja atau RUU Omnibus Law.
Tapi perlu juga memfasilitasi kemudahan pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menurut Mulyanto, persoalan utama yang dihadapi saat ini adalah penyediaan rumah untuk MBR terutama yang berpenghasilan tidak tetap.
Berdasarkan data Kementerian PUPR, backlog perumahan mencapai 7,64 juta unit per awal 2020 yang terdiri atas 6,48 juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) non-fixed income, serta 1,72 juta unit rumah untuk MBR fixed income, dan 0,56 juta unit rumah untuk non-MBR.
Baca: Pemerintah Sebut Tidak Ada Pergantian Sistem Upah dalam RUU Cipta Kerja
Dilaporkan juga, saat ini terdapat 30 persen rumah susun sederhana sewa (rusunawa) kosong di tengah adanya defisit rumah.
"Ini kan aneh. Terjadi ketidaksesuaian, dimana di satu sisi defisit rumah masih besar, sementara di sisi lain, masih ada rusunawa yang kosong penghuni," kata Mulyanto kepada wartawan, Jumat (11/9/2020).
"Ini soal pengelolaan yang tidak pas, yakni pembangunan rusunawa di tempat yang tidak cocok dengan kebutuhan masyarakat," imbuh Mulyanto.
Seperti diakui pemerintah, sejak diundangkannya UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, persoalan untuk membangun rumah tunggal dan deret bagi MBR, terutama di kota-kota besar, belum dapat diwujudkan.
Termasuk juga upaya pembangunan hunian berimbang, yang di dalamnya juga terdapat rumah untuk MBR belum terlaksana dengan baik. Kendalanya adalah keterbatasan lahan.
Menurut Mulyanto, pemerintah harus bekerja keras untuk merumuskan RUU Cipta Kerja terkait dengan sektor perumahan ini.
Baca: RUU Cipta Kerja Dinilai Buka Peluang Investasi pada Sektor Pertanian
Jangan berhenti sekadar pada penyesuaian nomenklatur perizinan berusaha yang meliputi keringan sanksi menjadi sekedar sanksi administratif, serta mereduksi kewenangan Pemerintah Daerah.
"Saya minta Pemerintah dapat mencari terobosan baru dalam aspek regulasi, agar terkait persoalan defisit perumahan untuk MBR serta hunian berimbang ini dapat benar-benar terwujud," ucapnya.
Mulyanto menilai, evaluasi secara terintegrasi dan mendalam terhadap persoalan ini nampaknya belum dilakukan oleh Pemerintah, sehingga tidak muncul usulan-usulan solusi bagi persoalan rumah rakyat ini.
"Pasal-pasal yang ada dalam RUU Cipta Kerja inisiatif Pemerintah terkait soal defisit perumahan serta hunian berimbang terkesan hanya perubahan nomenklatur, bukan soal yang subtansial sebagai solusi masalah perumahan nasional," kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
"Pengalaman Pemerintah selama 9 tahun melaksanakan UU No.1/2011, nampaknya belum terkristalisasi untuk dapat memunculkan solusi struktural terkait masalah perumahan ini," kata Mulyanto.