Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Revisi UU Kejaksaan Mampu Cegah Aparat Penegak Hukum Jadi Alat Politik

Dengan revisi itu, dikhawatirkan Kejaksaan Agung semakin powerfull, sebab Kejaksaan Agung akan memiliki wewenang dari hulu hingga hilir.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Revisi UU Kejaksaan Mampu Cegah Aparat Penegak Hukum Jadi Alat Politik
KOMPAS.com
Indriyanto Senno Adji 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Ilmu Hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji berpendapat soal Revisi Undang Undang Kejaksaan yang saat ini menuai polemik.

Menurut Indriyanto, revisi UU itu justru dapat mencegah penegak hukum menjadi alat politik.

Dalam RUU tersebut, kata Indriyanto, penegakan hukum akan mengutamakan Sistem Pengawasan Kewenangan sehingga terwujud sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System/ICJS).

 “Sesuai harapan masyarakat dan bertujuan untuk lebih melayani para pencari keadillan, melindungi dan menjaga demokrasi, mencegah penegak hukum jadi alat politik,” kata Indriyanto kepada wartawan, Jumat (11/9/2020).

Diketahui, DPR saat ini tengah merevisi UU Kejaksaan, namun revisi itu menuai polemik. 

Dengan revisi itu, dikhawatirkan Kejaksaan Agung semakin powerfull, sebab Kejaksaan Agung akan memiliki wewenang dari hulu hingga hilir.

Revisi pasal yang dimaksud yaitu pasal 30 ayat 5 yang mengatur wewenang dan tugas Kejaksaan di bidang ketertiban dan ketenteraman umum yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi, kewenangan selaku intelijen penegakan hukum, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pengamanan kebijakan penegakan hukum.

Baca: Revisi UU Kejaksaan Tentang Fungsi Penyidikan Diapresiasi

Berita Rekomendasi

Selain itu, pengawasan peredaran barang cetakan dan multimedia, pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara, pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring.

Indriyanto menjelaskan, pasal-pasal dalam revisi UU Kejaksaan masih dalam batas linear sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System).

“Revisi UU tersebut, filosofis, yuridis dan juga sisi segi hukum tata negara dan hukum pidana memiliki dua aspek yg tidak menyimpangi prinsip due process of law, dan masih dalam batas koridor linear ICJS,” ucapnya.

Ia menambahkan, sistem hubungan wewenang penyidikan-penuntutan dalam revisi UU itu justru berkarakter Hukum Pidana modern yang mengakui adanya pemisahan, separation Institution of Sharing Powers (Distribution of Powers) antara Polisi dan Kejaksaan, termasuk bentuk tugas dan fungsi kewenangan pro justitia.

Selain itu, bahwa pemahaman relasi wewenang sistem penyidikan dan penuntutan yang terpisah secara absolut sebaga model separation of power sudah ditinggalkan karena dianggap sebagai definisi tirani dan menyesatkan.

“Karena itu distribusi kewenangan pada ICJS adalah legitimatif terhadap prinsip koordinasi dan kooperasi antara dua pilar penegak hukum, polisi dan jaksa).  Model ini meminimalisasi ego sektoral antara dua lembaga,” terangnya.

Terkait polemik ada tidaknya perluasan wewenang projustitia kejaksaan, menurut Indriyanto, adalah sesuatu yang wajar.

“Asalkan wewenang itu tetap dalam sistem pengawasan dari lembaga hakim pemeriksa pendahuluan sebagai garda pengawasan justisial, karena itu RUU Kejaksaan harus menyesuaikan dan tidak menyimpang dari RKUHAP,” ujarnya.

Indriyanto menambahkan, andaikata benar ada perluasan wewenang pro justitia, model distribution of powers ini harus tetap berbasis checks and balances system.

“Sehingga prinsip equal arms antara Polisi dan Jaksa tetap terjaga, misalnya model koordinasi yang baik antara pilar penegak hukum,” tutup Indriyanto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas