Urgensi RUU Cipta Kerja di Mata Gubernur BI Perry Warjiyo dan Wamenkeu Suahasil
Kehadiran RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang dibahas di DPR, dinilai Gubernur BI, Perry sangat penting untuk meningkatkan investasi di dalam negeri.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kehadiran RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang saat ini tengah dibahas di DPR, dinilai sangat penting untuk meningkatkan investasi di dalam negeri.
Hal itu ditegaskan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, di Jakarta.
Perry melihat Omnibus Law yang masih dikebut pembahasan di tengah upaya pemerintah melaksanakan program pemulihan ekonomi harus didukung.
"Omnibus Law ini adalah bukti komitmen Presiden Jokowi. Selain mempermudah dan membuat iklim investasi Indonesia ramah ke investor, ini juga mempercepat reformasi struktural," ujar Perry di acara ASEAN webinar series, Kamis (10/9/2020).
Baca: Gubernur BI: Indonesia Hadapi Tantangan Inflasi yang Lebih Berat Tahun Depan
Satu di antara harapan dari pemberlakuan RUU Cipta Kerja ke depan adalah investasi di Indonesia akan lebih mudah dan tentunya cepat berkembang.
Dampaknya tentu akan menyerap tenaga kerja lebih banyak dan pertumbuhan ekonomi nasional membaik.
"Saat ini kami sedang berdiskusi juga dengan DPR, di mana Omnibus Law memiliki beberapa sektor prioritas yaitu perpajakan, pembukaan lapangan kerja, dan sektor keuangan," kata Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara.
Dalam RUU Cipta Kerja sendiri saat ini terdapat sebelas kluster.
Misalnya tentang simplifikasi lisensi, persyaratan investasi, pekerjaan, kemudahan, penguatan, dan perlindungan UMKM, kemudahan berbisnis, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintah, pengenaan sanksi, akuisisi lahan, proyek dan investasi pemerintah, dan zona ekonomi.
Baca: Ketua Komisi X DPR Sebut RUU Ciptaker Bisa Jadikan RI Pasar Bebas Pendidikan
Suahasil juga menambahkan terdapat enam pilar soal perpajakan di dalam Omnibus Law, di antaranya pendanaan investasi, sistem teritorial, wajib pajak pribadi, kepatuhan wajib pajak, ekuitas bisnis, dan fasilitas perpajakan.
"Kami berharap ini bisa cepat selesai dan mendapatkan persetujuan DPR sebelum akhir tahun. Ini akan menjadi basis baru di Indonesia, khususnya dalam iklim investasi," tutur Suahasil.