Bentjok Pertanyakan Dasar Perhitungan BPK soal Kerugian Negara dalam Kasus Jiwasraya
Benny mengaku telah melakukan perhitungan atas data hasil audit BPK terkait kerugian negara dalam BUMN tersebut.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Benny Tjokrosaputro (Bentjok) mempertanyakan dasar perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang kerugian negara dalam pengelolaan investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) seperti yang didakwakan kepada mereka.
Ketika dihadirkan sebagai saksi bagi sejumlah terdakwa eks petinggi Asuransi Jiwasraya, dalam lanjutan persidangan perkara perkara Pidana No.: 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst., di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (14/9/2020).
Benny mengaku telah melakukan perhitungan atas data hasil audit BPK terkait kerugian negara dalam BUMN tersebut.
Benny menghitung komposisi penempatan investasi Asuransi Jiwasraya di berbagai saham berdasarkan kapitalisasi pasar atau market capitalization (market cap) dan mengelompokkannya dalam sejumlah kelompok saham.
Baca: Kejaksaan Agung Periksa Mantan Direktur Pemasaran Jiwasraya
Berdasarkan portotolio investasi Asuransi Jiwasraya di sejumlah saham itu, jelas dia, total alokasi perseroan pada saham PT Hanson International Tbk. (MYRX) tidak sampai 2 persen.
Mantan Direktur Utama PT Hansosn International Tbk ini mengatakan asuransi jiwa pelat merah itu menempatkan sekitar 35 persen dana kelolaan di saham dengan underlying emiten BUMN.
"Yang jelas Hanson itu nggak sampai 2 persen, iya,” jelas Benny ketika ditanyai oleh Kuasa Hukum Terdakwa Syahmirwan, Mantan GM Investasi dan Kadiv Investasi PT Asuransi Jiwasraya periode 2008-2018, Dion Pongkor.
Oleh karena itu, Benny mempertanyakan dasar perhitungan BPK dalam menentukan kerugian negara yang ditimbulkan oleh pihaknya.
“[porsi investasi di MYRX] 2 persen, suruh ganti Rp 16 triliun? Saya nggak mengerti matematikanya dari mana. Itu pun bukan beli dari saya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Heru mempertanyakan proses audit keuangan untuk periode 10 tahun dapat dirampungkan dalam dua bulan.
Berdasarkan fakta persidangan pekan lalu yakni ketika saksi ahli dari BPK dihadirkan, jelas Heru, terungkap bahwa Kejaksaaan Agung meminta BPK untuk menghitung kerugian negara dalam perkara tersebut.
Permintaan itu diajukan melalui surat pada 30 Desember 2019.
Pada awal Januari 2020, kata Heru, BPK memberi surat tugas kepada timnya untuk melakukan audit investigasi.
BPK kemudian merilis hasil audit itu pada 9 Maret 2020.
“Audit 10 tahun dengan 70.000-an transaksi diselesaikan dalam dua bulan ya. Menurut saya, agak saya pertanyakan ya,” pungkas Heru.