Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti Ajak Senator Advokasi Tiga Hak Penyandang Disabilitas
Ketiga fokus tersebut ada di antara 26 hak disabilitas yang dijamin UU. Yakni, hak akses Kesehatan, Pendidikan dan Pekerjaan.
Penulis: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti fokus pada tiga isu utama yang menjadi kepentingan sekaligus hak para penyandang disabilitas di Indonesia.
Karena itu La Nyalla meminta para senator di 34 provinsi melakukan pengawasan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas di Indonesia.
Ketiga fokus tersebut ada di antara 26 hak disabilitas yang dijamin UU. Yakni, hak akses Kesehatan, Pendidikan dan Pekerjaan.
"Saya minta para senator memasukkan dalam agenda reses masing-masing untuk melihat secara langsung di daerah, bagaimana tiga hak tersebut menjadi perhatian pemerintah daerah," kata La Nyalla saat menerima pengurus DPP Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) di kediaman di Jakarta, Senin (14/9/2020).
Dikatakan La Nyalla, pihaknya meminta data dan masukan dari pengurus PPDI tentang implementasi di lapangan tiga hak tersebut.
Terutama praktik kewajiban penyerapan kuota pekerja difabel sebesar 1 persen untuk perusahaan swasta nasional dan 2 persen untuk BUMN dan instansi pemerintahan.
"Ini perlu dilakukan check and recheck di lapangan, termasuk berapa yang wiraswasta dan apa kendala yang dihadapi," tandasnya.
Sebab, data di Kemensos, dari kelompok penduduk usia produktif, 19 sampai 59 tahun yang tercatat sebanyak 162 juta jiwa lebih, terdapat penyandang disabilitas kategori sedang sekitar 9,5 juta jiwa.
Sementara penyandang disabilitas kategori berat tercacat 1,4 juta jiwa.
"Karena bagi kami, konstitusi di Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 sudah jelas menyatakan; Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," ungkapnya.
Baca: Menko PMK: Penyandang Disabilitas Harus Mendapat Kesetaraan Sebagai Warga Negara
Demikian juga dengan akses Pendidikan. Masih banyak anak penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus yang belum bisa masuk di sekolah umum. Sehingga terpaksa masuk di SLB.
Hal ini diakibatkan karena masih banyak guru sekolah yang belum memiliki kemampuan ilmu atau pengetahuan tentang metode pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus.
"Padahal jumlah anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas di Indonesia cukup banyak. Dari total jumlah anak usia 7 hingga 18 tahun yang tercatat sekitar 38 juta jiwa, terdapat 600 ribu jiwa lebih penyandang disabilitas kategori sedang. Sementara tercatat sekitar 173 ribu jiwa menyandang disabilitas kategori berat, ini juga perlu didata dengan benar, kalau di kota besar mungkin tertangani, bagaimana dengan di desa-desa?," tanya La Nyalla.
Oleh karena itu, La Nyalla mendukung permintaan PPDI agar DPD menyuarakan kepada pemerintah perlunya sensus disabilitas Indonesia.