Setelah Diprotes Indonesia, Kapal China Tetap Berpatroli Seperti Biasanya
Dia juga mengatakan China dan Indonesia selalu menjaga komunikasi tentang masalah wilayah perairan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Kapal Coast Guard (Penjaga Pantai) China tetap melakukan patroli seperti biasanya setelah Indonesia memprotes karena dinilai telah masuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara.
China Global Television Network (CGTN) mengutip keterangan Kementerian Luar Negeri China yang mengatakan pada Selasa (15/9/2020), salah satu kapalnya berpatroli secara normal di perairan di bawah yurisdiksinya setelah Indonesia memprotes sebuah kapal penjaga pantai China telah memasuki ZEE-nya.
"Hak dan kepentingan China di perairan yang relevan jelas," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin kepada wartawan pada konferensi pers harian, Selasa (15/9/2020).
Dia juga mengatakan China dan Indonesia selalu menjaga komunikasi tentang masalah wilayah perairan.
Baca: Bakamla dan TNI AL Usir Kapal Penjaga Pantai China di Natuna
Pada hari Senin, Badan Keamanan Laut Indonesia mengatakan mendeteksi sebuah kapal China di ZEE Indonesia, di perairan Natuna Utara pada Sabtu (12/9/2020).
Kepala Bakamla RI Ungkap Perdebatan Antara Kapal Bakamla dengan Kapal China
Kepala Bakamla RI Laksamana Madya TNI Aan Kurnia mengungkapkan perdebatan antara kapal patroli Bakamla KN Nipah 321 dengan Kapal Coast Guard China (CCG) yang sempat masuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Laut Natuna Utara pada Sabtu (12/9/2020) dan keluar pada Senin (14/9/2020).
Aan mengungkapkan ketika KN Nipah 321 sudah mendatangi kapal CCG, kapal patroli Bakamla tersebut memberitahu kapal tersebut lewat radio bahwa kapal itu tengah berada di ZEEI.
Menurut Aan, sebenarnya kapal itu diperbolehkan jika hanya melintas di kawasan ZEEI.
"Cuma kan masalahnya dia mengapung, lego jangkar, dan itu tidak boleh. Dia menyampaikan bahwa itu wilayahnya dia, yang masuk nine dash line. Kita bilang tidak, keliru, ini kan sesuai dengan aturan internasional, UNCLOS," kata Aan ketika dihubungi lewat telepon oleh Tribunnews.com pada Selasa (15/9/2020).
Setelah terjadi perdebatan di radio, kata Aan, akhirnya kapal CCG keluar dari ZEEI.
Sejauh ini, kata Aan, sikap kapal CCG sendiri terbilang koperatif meski sempat terjadi adu argumen dengan kapal Bakamla.
"Koperatif, hanya saling adu argumen saja di radio," kata Aan.
Aan juga mengegaskan etika itu tidak ada dari kedua belah pihak yang melakukan aksi unjuk senjata.
Aan berharap hal itu tidak akan pernah terjadi mengingat hubungan Pemerintah Indonesia dengan China baik.
Ia berharap hubungan kedua negaea juga tidak terganggu dengan kejadian itu.
"Tidak ada dong. Janganlah, kita harapkan kan tidak ada. Hubungan kita dengan China kan juga baik, ekonomi juga baik, jangan sampai terganggulah dengan kejadian itu. Kita harus tegas, tapi jangan sampai eskalasinya meningkat," kata Aan.
Aan mengungkapkan, hingga Selasa (15/9/2020) sekira pukul 14.00 WIB situasi di Natuna aman dan Kapal CCG telah menjauh dari ZEEI.
Saat ini, kata Aan, ada dua kapal Bakamla operasi cegah tangkal 2020 di wilayah Zona Maritim Barat Bakamla masih berpatroli di Laut Natuna Utara.
Selain itu, kata Aan, ada pula kapal TNI Angkatan Laut yang juga mendukung operasi Bakamla di sana.
Aan mengatakan sejauh ini pihaknya belum ada rencananya menambah kapal patroli lagi di sana.
"Sementara belum. Cukup dua kapal di sana, kemudian Angkatan Laut juga ada. Kemarin kan saya juga berkoordinasi dengan Angkatan Laut untuk memback up dari jarak dua mil di belakang, jadi kalau ada apa-apa dia bisa membantu," kata Aan.
Aan mengatakan dukungan TNI Angkatan Laut dibutuhkan dalam operasi Bakamla mengingat armada TNI Angkatan Laut memiliki peralatan dan perlengkapak yang lebih lengkap.
"Cuma kan kalau dihadapai dengan Angkatan Laut kan juga jurang pas karena ini kan kapal Coast Guard ya dihadap dengan Coast Guard, istilahnya apple to apple. Jangan dihadapi dengan kapal militer. Kalau kapal militer yang datang, nanti eskalasinya meningkat," kata Aan.
Aan mengatakan, Bakmla sebagai simbol negara harus hadir di area yang mendapat perhatian khusus seperti Laut Natuna Utara.
Ke depan, ia juga berharap kementerian lainnya misalnya KKP juga dapat dilibatkan.
"Supaya di situ juga ada kegiatan ekonomi, eksplorasi, ekspolitasi dalam bentuk apa? Ya mengambil ikan oleh kapal-kapal ikan kita. Kemudian Angkatan Laut juga memback up kita untuk sama-sama menjaga ZEE kita," kata Aan.
Atas kejadian tersebut Aan berharap kedepannya Indonesia dapat memanfaatkan hak berdaulat di ZEEI.
Jangan sampai, kata Aan, hak tersebut diganggu negara-negara lain sehingga Indonesia bisa bergiat untuk memanfatkannya melalui eksplorasi, eksploitasi, sumber daya alam yang ada di sana untuk kepentingan ekonomi Indonesia.
Untuk jangka panjangnya, Aan berharap Indonesia dalam hal ini Kementeria Luar Negeri tetap bisa menjalin diplomasi dengan China.
"Intinya ke depan kita berharap laut Natuna Utara di dekat Laut China Selatan bukan menjadi daerah konflik. Karena mau tidak mau kalau jadi daerah konflik ini dampaknya ke kita juga, ke Indonesia. Jadi kita berharap, damai, semua pihak mengikuti aturan main sesuai dengan hukum internasional," kata Aan.
Diberitakan sebelumnya Setelah sempat berada di ZEE Indonesia Laut Natuna Utara sejak Sabtu 12 September 2020 lalu, Kapal Coast Guard China 5204 (CCG 5204) akhirnya bergerak keluar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Laut Natuna Utara dengan dibayang-bayangi kapal patroli Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) yakni KN Pulau Nipah 321 pada Senin (14/9/2020) siang.
Aan mengatakan KN Pulau Nipah 321 yang sedang melaksanakan tugas operasi cegah tangkal 2020 di wilayah Zona Maritim Barat Bakamla RI terus berusaha menghalau pergerakan CCG 5204 sejak saat itu.
Kedua kapal, kata Aan, juga melakukan komunikasi intensif dan saling menegaskan posisi dan klaim atas wilayah laut tersebut.
"CCG 5204 dipantau telah bergerak ke utara menjauhi ZEEI. KN Pulau Nipah 321 terus mengamati bersama KRI Imam Bonjol 383 yang juga melaksanakan patroli mendukung di belakang kapal Bakamla pada jarak 2 sampai 3 nautical mile," kata Aan ketika dikonfirmasi pada Senin (14/9/2020).
Aan mengatakan sinergitas Bakamla dan TNI dalam hal ini TNI Angkatan Laut sangat diperlukan untuk mengantisipasi strategy grey area yang mengedepankan kapal-kapal non kombatan dalam konflik wilayah laut.
Bakamla sebagai leading sector keamanan laut di masa damai, kata Aan, terus pasang badan.
Sementara itu TNI AL dengan kapal perangnya standby dan mendukung bila diperlukan.
"Setelah CCG 5204 hilang dari pandangan, KN Pulau Nipah 321 melanjutkan patroli di wilayah perbatasan ZEEI Laut Natuna Utara untuk mengantisipasi sekaligus secara konsisten menunjukkan kehadirannya di ZEEI Laut Natuna Utara," kata Aan.(*)