60 Calon Kepala Daerah Positif Covid-19, Ada 243 Pelanggaran Protokol Kesehatan
Sebanyak 60 bakal calon kepala daerah dinyatakan positif covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan secara mandiri.
Editor: Choirul Arifin
Jenis-jenis kegiatan itu ialah rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah.
Kemudian, peringatan hari ulang tahun Partai Politik; dan/atau melalui media online.
Sebenarnya lanjut Raka, KPU punya banyak rencana membuat aturan yang lebih progresif terkait pandemi. Namun niat itu tak bisa serta-merta dilakukan karena harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku. PKPU harus sesuai dengan apa yang diatur dalam UU Pilkada.
"Maka selain kampanye tatap muka secara langsung dalam bentuk terbatas, termasuk kampanye jenis lainnya, kami mendorong pemanfaatan teknologi informasi," ujarnya.
Kemudian pada Pasal 63 Ayat 2 PKPU No. 10 tahun 2020 diatur bahwa maksimal peserta kampanye rapat umum di tempat terbuka adalah 100 orang.
Setiap peserta juga wajib menjaga jarak minimal 1 meter. Raka menjelaskan itu semua usai Deputi I Sistem dan Strategi BNPB Bernardus Wisnu Widjaja mempertanyakan alasan KPU membolehkan kegiatan berupa konser musik di tengah pandemi covid-19.
"Masih membolehkan konser musik dan perlombaan di pasal 63 (PKPU Nomor 10 Tahun 2020). Ini mungkin juga harus diperhatikan karena ada pengumpulan massa dan ada arak-arakan, perlu diantisipasi," kata Wisnu.
Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada belum mengatur sanksi diskualifikasi bagi Calon Kepala Daerah pelanggar protokol kesehatan.
"Terkait pelanggaran protokol kesehatan ini, Undang - Undang 10, tidak cukup memadai untuk mendiskualifikasi pasangan calon," ujar Abhan.
Abhan menegaskan penyelenggara pemilu yakni Bawaslu, KPU dan DKPP bekerja berdasarkan Undang - Undang.
Selama peraturan perundang - undangan tidak mengatur sanksi diskualifikasi bagi pelanggar protokol kesehatan, maka penyelenggara pemilu tidak akan bisa melampaui hal tersebut.
"Kami Bawaslu, KPU dan DKPP ini penyelenggara. Kerja atas dasar Undang - Undang. Selama Undang - Undang ada sanksi diskualifikasi, tentu akan kami lakukan diskualifikasi. Kalau nggak ada maka kami tidak bisa melampaui itu," kata dia.
Baca: Stok Peti Jenazah di Depok Menipis karena Lonjakan Kasus Covid-19
Jika pelanggaran protokol kesehatan mau dikenai sanksi tegas tersebut, pemerintah dan DPR bisa merevisi UU 10/2016. Mengingat proses revisi cukup panjang, sementara tahapan Pilkada sudah berjalan, hal paling mungkin adalah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang -Undangan (Perppu).
"Jadi kalau mau dikehendaki dengan tegas saya kira ada jalan yang harus ditempuh
adalah revisi Undang - Undang, tapi nggak mungkin dalam waktu ini. Paling mungkin adalah Perppu kalau mau ada sanksi tegas diskualifikasi bagi kandidat yang tidak mematuhi protokol kesehatan," jelas Abhan.