Indonesia Defisit Ribuan Penyuluh Pertanian, Mahasiswa Diajak Jadi Agen Perubahan
Mahasiswa pertanian dapat menjadi agent of change yang turun langsung ke petani di lapangan untuk memberikan sosialisasi dan edukasi pertanian
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pandemi Covid-19 menyadarkan pentingnya pengembangan dan pembangunan di sektor pertanian bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian menjadi penyumbang tertinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di triwulan II 2020 yang tumbuh sebesar 2,19 persen.
Peran penyuluh penting untuk meningkatkan produktivitas di sektor pertanian. Mereka adalah corong informasi bagi petani dalam menerima berbagai produk penelitian dan pengembangan teknologi di bidang pertanian.
Namun sebagai negara berbasis pertanian, Indonesia mengalami defisit tenaga penyuluh pertanian. Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, setiap desa idealnya memiliki satu penyuluh pertanian.
Saat ini, satu tenaga penyuluh bisa bertanggung jawab pada dua sampai lima desa. Karenanya, Indonesia membutuhkan 42.500 tenaga penyuluh pertanian baru.
Baca: Jokowi Sambut Baik Usulan Lemhannas untuk Mengubah Budaya Pertanian Menuju Mekanisasi Modern
Upaya pemerintah menambal jumlah defisit tenaga penyuluh pertanian kerap menghadapi sejumlah kendala.
Karenanya, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. UU tersebut menjadi dasar keberadaan penyuluh swadaya dan swasta yang lahir dengan prinsip partisipatif.
"Bayer Indonesia melihat potensi universitas sebagai salah satu komponen masyarakat yang memiliki potensi besar dalam upaya mengatasi defisit penyuluh pertanian di Indonesia."
"Mahasiswa pertanian dapat menjadi agent of change yang turun langsung ke petani di lapangan untuk memberikan sosialisasi dan edukasi pertanian yang komprehensif," ungkap Mohan Babu, Direktur Bayer Indonesia, Rabu (16/9/2020).
Inisiatif tersebut melahirkan kolaborasi antara Bayer dengan universitas melalui Bayer Safe Use Ambassador (BSUA).
Dengan keterlibatan mahasiswa langsung ke lapangan, Mohan optimis BSUA dapat memberikan nilai tambah dan pengalaman pembelajaran langsung.
Selama penyelenggaraan BSUA sejak 2017, sebanyak 1.500 mahasiswa menjadi peserta dan memberikan edukasi kepada setidaknya 3.000 petani Indonesia.
Baca: Cara Alami dan Cepat Atasi Wajah Bruntusan dengan Es Batu, Begini Caranya
Hingga 2019, Bayer Indonesia telah berkolaborasi dengan tujuh perguruan tinggi.
Ketujuh perguruan tinggi tersebut adalah Universitas Pertanian Bogor (IPB), Universitas Padjajaran (Unpad), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Negeri Lampung (Unila) dan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU).
BSUA 2019 ini dimenangkan oleh mahasiswa pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dan yang bersangkutan berhak mendapatkan educational trip ke Jerman. Namun, akibat pandemi, keberangkatan ditunda hingga waktu yang akan ditentukan kemudian.
"Tahun 2020, Bayer tidak menggelar BSUA akibat pandemi. Namun, demi menjaga hubungan baik dengan universitas, Bayer CropScience Jerman menggelar Bayer Safe Use Ambassador Virtual Conference pada Selasa 8 September lalu," tambah Mohan Babu.
Hadir dalam acara BSUA Virtual Conference antara lain, Liam Condon, Member Board Management Bayer AG & President of CropScience Division, dan Klaus Kunz, Head of Sustainability & Business Stewardship Bayer AG.
Event Virtual Conference juga dihadiri peneliti, mahasiswa, pejabat pemerintah, asosiasi, akademisi, dan universitas yang berkolaborasi dengan Bayer di program BSUA di 13 negara Asia Pasifik, Eropa dan Timur Tengah.
Di sesi berbagi, Dr. Vira Kusuma Dewi, pengajar dari Universitas Padjajaran menyampaikan paparannya mengenai manfaat mengikuti BSUA bagi mahasiswa.
Baca: Rina Gunawan Makin Langsing, Lihat Potret 21 Tahun Rumah Tangganya Bersama Teddy Syah yang Setia
Di samping memberikan nilai tambah dan pengalaman terjun langsung ke lapangan, menurut Vira, program BSUA terintegrasi dengan program kurikulum pembelajaran mahasiswa pertanian.
"Menyebarkan cara dan metode menggunakan produk pertanian secara aman sangat penting bagi petani, agar dapat meminimalisir risiko penggunaan pestisida. Karena masih banyak petani Indonesia yang masih kurang memiliki informasi mengenai bahaya dari penyalahgunaan pestisida," ujar Vira.
Di event Bayer Safe Use Ambassador Virtual Conference, Klaus Kunz selaku Head of Sustainability & Business Stewardship Bayer AG menyebut, sektor pertanian yang berkelanjutan menjadi salah satu fokus Bayer.
Bayer telah melakukan berbagai langkah demi mencapai tujuan tersebut dan secara aktif melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti perguruan tinggi agar tujuannya tersebut lebih cepat tercapai.
“Sebagai salah satu negara berbasis pertanian dengan 270 juta penduduk, kami berharap apa yang kami lakukan melalui BSUA dapat memberikan sumbangsih bagi Indonesia,” ujar Mohan Babu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.