Bongkar Aib di Pertamina, Ahok Singgung Utang dan Gaji Direksi
Berbagai persoalan diungkapkan Ahok, mulai dari para petinggi yang melobi menteri, hingga persoalan gaji direksi.
Editor: Choirul Arifin
![Bongkar Aib di Pertamina, Ahok Singgung Utang dan Gaji Direksi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/basuki-tjahaja-purnama-btp-peluncuran-btp.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali membuat heboh. Tak ada
angin tak ada hujan, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tiba-tiba membuka aib PT Pertamina (Persero), perusahaan minyak pelat merah di mana ia kini menjabat sebagai Komisaris Utama di perusahaan tersebut.
Berbagai persoalan diungkapkan Ahok, mulai dari para petinggi yang melobi menteri, hingga persoalan gaji direksi.
Ia juga mempermasalahkan soal pencopotan jabatan, namun tidak ada perubahan gaji dari karyawan yang dicopot.
Dia memisalkan jabatan direktur utama anak perusahaan Pertamina dengan gaji Rp100 juta lebih dicopot.
"Masa dicopot gaji masih sama. Alasannya karena orang lama. Ya harusnya gaji mengikuti jabatan Anda kan. Tapi mereka bikin gaji pokok gede semua. Jadi bayangin gaji sekian tahun gaji pokok bisa Rp75 juta. Dicopot, enggak ada kerjaan pun dibayar segitu. Gila aja nih," papar Ahok di akun YouTube POIN pada Senin (14/9/2020).
Baca: Stafsus Menteri BUMN: Masalah Pertamina dan Peruri Itu Urusan Bisnis
Ahok mengakui sistem tersebut yang akan dia ubah di Pertamina. Selain itu, dia pun akan memotong birokrasi soal pangkat. Menurutnya, nantinya sistem pangkat akan melalui jalur lelang terbuka.
Hal lain yang disorot Ahok adalah pengelolaan utang di perusahaan minyak pelat merah tersebut.
Baca: Ahok Kritik Pertamina, Stafsus Erick Thohir: Itu Urusan Internal
Ahok mengaku kesal karena Pertamina terlalu mudah menarik utang, padahal sudah memiliki beban utang yang tinggi.
"Utang udah 16 miliar dollar AS. Tiap kali otaknya minjem duit. Saya kesel nih," ucap Ahok.
Ahok juga membuka kekurangan perusahaan terkait pengelolaan sumber daya minyak. Menurut dia, ada 12 titik minyak yang bisa dieksplorasi untuk produksi minyak di dalam negeri.
Baca: Polemik Kritik Ahok Soal Tata Kelola Pertamina: Dianggap Pencitraan hingga Usulan Pencopotan
Namun, BUMN itu justru lebih memilih untuk terus memenuhi kebutuhan minyak di dalam negeri melalui keran-keran impor. Hal ini pun sempat mengundang kecurigaannya bahwa ada praktik kotor yang dilakukan diam-diam.
"Ngapain di luar negeri. Jangan-jangan ada komisi beli-beli minyak," ungkapnya.
Ahok mengkritik soal kebiasaan direksi yang disebutnya suka melobi menteri. Aib ini diketahuinya saat pergantian direksi Pertamina beberapa waktu lalu.
Bahkan, ia sebagai komisaris mengaku tidak tahu menahu kalau direksi mau diganti saat itu.
"Ganti direktur bisa tanpa kasih tahu saya. Saya sempat marah-marah juga. Direksi-direksi semua mainnya lobi ke menteri, karena yang menentukan itu menteri," ujarnya.
Di sisi lain Ahok juga sempat mengungkapkan kekesalannya soal BUMN Perum Peruri.
Pasalnya, perusahaan percetakan uang ini diduga meminta dana Rp500 miliar untuk proses paperless di Pertamina.
"Saya lagi paksakan tandatangan digital. Tapi Peruri masa minta Rp500 miliar untuk proses paperless di Pertamina. Itu BUMN juga. Itu sama aja udah dapat Pertamina enggak mau kerja lagi. Tidur 10 tahun? Mau jadi ular sanca, ular piton?," ujar Ahok.
Ahok lantas menyinggung wacana membubarkan Kementerian BUMN dan mengganti seperti sistem di Singapura yang memiliki Temasek Holding.
"Kalau bisa Kementerian BUMN dibubarkan. Kita membangun semacam Temasek, semacam Indonesia
Incorporation," tuturnya.
Tanggapan Pertamina
Terkait semua pernyataan Ahok itu, VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menyatakan perusahaan menghargai pernyataan Ahok karena itu sejalan dengan program restrukturisasi Pertamina.
"Kami menghargai pernyataan Pak BTP sebagai Komut yang memang bertugas untuk pengawasan dan memberikan arahan."
"Hal ini juga sejalan dengan restrukturisasi Pertamina yang sedang dijalankan direksi agar perusahaan menjadi lebih cepat, lebih adaptif dan kompetitif," ujarnya.
Hal-hal yang bersifat corporate action, lanjut Fajriyah, dilakukan manajemen dalam rangka pertumbuhan perusahaan dan juga memastikan ketahanan energi nasional, tentu saja pastinya akan mempertimbangkan internal resources dan dilakukan secara prudent.
"Koordinasi dan komunikasi dengan komisaris dan juga stakeholder terkait terus kami jalankan, agar semua terinfokan dengan baik apa yang sedang dijalankan oleh Pertamina," ujarnya.
Di sisi lain Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menilai Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina mempunyai hak bicara kepada publik.
Hak ini, sambungnya, sama pula dengan hak yang dimiliki oleh para direksi perusahaan pelat merah itu.
"Menjawab Pak Ahok sebagai Komisaris Utama, tentunya itu adalah urusan internalnya di Pertamina, kami berikan ruang bagi komisaris dan direksi untuk lakukan komunikasi," ujar Arya kepada awak media, Rabu (16/9/2020).
Hanya saja, Arya meminta komunikasi yang dilakukan ke publik tetap dilakukan dengan cara yang baik. Begitu pula komunikasi antara komisaris dan direksi di internal.
"Jadi kita sih tetap minta mereka komunikasi dengan baik antara komisaris dan direksi," ucapnya.
Arya juga menjawab soal dugaan Ahok bahwa ada lobi-lobi direksi kepada menteri dalam hal mengamankan jabatan. Begitu juga dengan jabatan komisaris yang disebut biasa merupakan titipan dari kementerian lain.
Ia menekankan seluruh komisaris dan direksi murni ditunjuk oleh Kementerian BUMN.
"Soal komisaris di BUMN ya semuanya berasal dari Kementerian BUMN, termasuk Pak Ahok juga dari kita, Kementerian BUMN. Sementara yang lain kan dari kita semua, namanya juga BUMN kan penugasannya dari Kementerian BUMN," katanya. (tribun network/yud/rey/dod)