Anis dan Fahri Sebut Jokowi Tak Bangun Dinasti Politik di Pilkada 2020
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta mengatakan keputusan mendukung anak dan menantu Presiden Jokowi dilandasi dinamika politik di daerah.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia telah menetapkan dukungannya kepada pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakoso di Pilkada Kota Solo, Jawa Tengah dan pasangan Bobby Afif Nasution-Aulia Rahman Rajh di Pilkada Kota Medan, Sumatera Utara.
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta mengatakan, keputusan partai mendukung anak dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilandasi pada dinamika politik di daerah masing-masing.
"Itu dinamika politik daerah. Oleh karena itu, sudah sepatutnya para pengurus partai di daerah yang lebih mengetahui dinamika tersebut. Itu prinsip dasar dari kebijakan Gelora dalam Pilkada ini," kata Anis dalam keterangannya, Jumat (18/9/2020).
Menurut Anis, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mengikuti pemilihan secara langsung di Pilkada sesuai aturan yang berlaku.
Sehingga, Anis menilai majunya Gibran dan Bobby di Pilkada 2020, bukan sebagai bentuk membangun dinasti politik karena kepala daerah dipilih rakyat secara langsung.
"Kalau jabatannya diwariskan tanpa pemilihan langsung oleh rakyat, baru bisa disebut dinasti," ucap Anis.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah menambahkan, dukungan Partai Gelora kapada anak dan menantu Jokowi, bukan berarti melanggengkan dinasti politik kekuasaan.
Sebab, kata Fahri, dalam terminologi negara demokrasi, dinasti politik tidak ada karena semua dipilih melalui prosesi politik, bukan warisan kekuasaan secara turun-temurun.
"Dalam negara demokrasi tidak akan terjadi dinasti politik, sebab kekuasaan demokratis tidak diwariskan melalui darah secara turun temurun. Tapi dia dipilih melalui prosesi politik, orang yang masuk prosesi politik itu, belum tentu menang dan belum tentu juga kalah," kata Fahri.
Menurut Fahri, dinasti politik saat ini hanya sebagai simbol saja seperti yang terjadi di Inggris, dimana pemerintahan yang dibentuk berdasarkan hasil pemilu yang demokratis.
"Suara rakyat disahkan oleh raja. Dinasti Windsor yang berkuasa di Inggris di kerangkeng hanya sebagai simbol saja," paparnya.
Di Indonesia sendiri, kata Fahri, juga pernah dipimpin oleh dinasti politik yang menurunkan kekuasaan secara turun temurun melalui darah seorang raja, yakni pada masa Kerajaan Mataram kuno yang dipimpin Syailendra, Kerajaan Majapahit hingga Kerajaan Mataram baru yang dipimpin Panembahan Senopati (Danang Sutawijaya).
"Kalau sekarang di Indonesia, satu-satunya dinasti politik yang tersisa, ya Dinasti Hamengkubowono di Yogyakarta sebagai kelanjutan Kerajaan Mataram baru. Itupun kekuasaanya disamakan dengan gubernur, harusnya dinasti itu dipertahankan sebagai kekuatan simbol saja, tidak perlu diberi kekuasaan yang bertanggungjawab publik," ujar Fahri.
Fahri mengungkapkan, keputusan Partai Gelora mendukung Gibran dan Bobby di Pilkada 2020 mendapatkan reaksi beragam, ada yang pro dan kontra.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.