Konferensi Besar ke-23 GP Ansor, Puan Maharani Sampaikan 'Cinta' Bung Karno pada NU
Dari hati yang paling dalam, saya menyampaikan rasa bangga kepada GP Ansor yang menjadi bagian penting dalam membangun visi kebangsaan
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani menceritakan kedekatan Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno dengan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU).
Kisah tersebut diceritakan Puan saat menyampaikan Orasi Kebangsaan di Konferensi Besar ke-23 GP Ansor, di Minahasa, Sabtu (19/9/2020).
Puan mengawali orasinya dengan mengapresiasi komitmen kebangsaan GP Ansor yang konsisten di barisan depan dalam membentuk kepedulian pada sesama.
“Dari hati yang paling dalam, saya menyampaikan rasa bangga kepada GP Ansor yang menjadi bagian penting dalam membangun visi kebangsaan sejak sebelum kemerdekaan hingga sekarang ini,” kata Puan Maharani.
Menurut Puan, konsistensi GP Ansor tidak bisa dilepaskan dari sosok KH Abdul Wahab Hasbullah, yang meletakkan fondasi pemikiran kebangsaan pada generasi muda Nahdlatul Ulama.
“Kiai Abdul Wahab Hasbullah merupakan teladan bangsa ini karena senantiasa menggelorakan spirit cinta tanah air adalah bagian dari iman (hubbul wathon minal iman),” ungkap Puan.
Dalam konteks tersebut, lanjut Puan, cinta tanah air adalah bagian dari iman, telah menjadi gerakan besar yang menggelorakan nasionalisme kaum muda.
Baca: Buka Konferensi Besar XXIII GP Ansor di Sulut, Olly Ajak Semua Pihak Berjuang Bersama Lawan Covid-19
“Negeri ini sungguh beruntung mempunyai Ormas seperti Nahdlatul Ulama yang menjadi bagian terpenting dalam membangun nasionalisme,” ucap politisi PDI Perjuangan tersebut.
Puan melanjutkan, Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air adalah Sebagian dari Iman).
Kemudian pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad yang mewajibkan setiap santri berperang melawan serbuan NICA untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dengan status hukum fardlu ‘ain, yakni wajib bagi setiap Muslim yang berada di wilayah peperangan.
Puan menyampaikan, hubungan Islam dan Nasionalisme bagi bangsa Indonesia ibarat eratnya hubungan Bung Karno dengan NU.
Salah satunya adalah hubungan Bung Karno dengan KH Abdul Wahab Hasbullah, dua tokoh yang bersahabat dan saling menghormati.
“Bung Karno selalu bermusyawarah dan meminta pandangan dari ulama-ulama Nahdlatul Ulama dalam hal genting dan penting termasuk dengan Kiai Wahab Hasbullah,” ujarnya.
Dalam Muktamar NU di Solo tahun 1962, kata Puan, Bung Karno menegaskan kepada para muktamirin, “Saya Cinta Sekali Kepada NU”.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.