Marwan: Warning OJK Ujian Kapabilitas Sektor Ekonomi dan Kesehatan
Marwan Jafar mengatakan, apa yang disampaikan oleh OJK sebagai peringatan seluruh elemen masyarakat khususnya ujian kapabilitas
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mewanti-wanti pemerintah soal potensi ancaman krisis politik yang bersumber dari kegagalan dalam mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi akibat Covid-19.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VI DPR, Marwan Jafar mengatakan, apa yang disampaikan oleh OJK sebagai peringatan seluruh elemen masyarakat khususnya ujian kapabilitas bagi pengambil kebijakan sektor ekonomi dan kesehatan dalam menangani pandemi Covid-19
“Warning ketua OJK itu harus kita antisipasi dan cermati supaya tidak terjadi. Khususnya warning Ketua OJK itu ujian kapabilitas pengambil kebijakan ekonomi dan kesehatan mengatasi pandemi Covid-19,” kata Marwan, kepada wartawan, Sabtu (19/9/2020).
Baca: OJK Sudah Awasi Ratusan Fintech, Ingin Dorong Versi Syariah
Marwan mengatakan, jika struktur lembaga negara bidang ekonomi dan kesehatan tidak segera mengambil sikap dari memiliki terobosan besar dalam mengatasi pandemi ini, maka jurang resesi di depan mata.
"Ini adalah bukti bahwa tantangan besar tim penanganan ekonomi dan kesehatan, maka harus dicari terobosan besar yang efisien, efektif dan aplikatif," kata mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi itu.
Baca: Rhenald Kasali: Masyarakat Takut Resesi Disertai Inflasi
Apalagi, lanjut Marwan, munculnya asumsi dari sebagian masyarakat atas ketidakpercayaan kepada pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 harus menjadi perhatian serius pemerintah.
"Sebetulnya kalau kita jujur itu sudah terjadi, bisa kita lihat distrust dari sebagian masyarakat kepada pemerintah dalam menangani pandemi. Terlepas motifnya apapun, tapi itu adalah mengganggu stabilitas politik," terangnya.
Dalam kesempatan itu, Marwan juga menyoroti adanya permintaan penambahan lembaga negara bidang ekonomi yang justru membuat tumpang tindih tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi). Menurutnya, di tengah pandemi Covid-19 ini tidak perlu untuk menambah lembaga negara yang memang sudah ada tupoksinya.
Baca: Ekonom Sebut PSBB Jilid II Sebenarnya Menandai Adanya Resesi
"Saya kira itu sebagai indikator sikap tidak punya percaya diri terhadap orang yang memegang sektor ekonomi itu. Minta regulasi terus dan DPR juga setuju, semua demi kepentingan nasional dan kepentingan rakyat. Semua harus hati-hati, hindari penyalahgunaan kekuasaan dan tumpamg tindih tupoksi,” tegas Marwan
Atas dasar itu, Marwan menyarankan, agar protokol kesehatan direvisi dengan super ketat. Menurutnya, penanganan sektor kesehatan harus menjadi prioritas utama dengan tidak mengesampingkan penanganan sektor ekonomi.
"Saya mengusulkan perlu dilakukan revisi total protokol kesehatan dengan ekstra super ketat, berikut penerapan penegakkan hukum dengan adil dan sanksi tegas. Salah satu ciri masyarakat beradab dalam menangani masalah besar adalah dengan pemberlakuan penegakan hukum demi keselamatan dan kesejahteraan rakyat,” ucap Marwan.
Hal itu, lanjut Marwan, sejalan dengan peringatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada seluruh negara untuk memperketat protokol kesehatan.
Menurutnya, sebagaimana disampaikan Dirjen WHO bahwa negara yang hanya memperhatikan sektor ekonomi adalah dikotomi palsu.
"Penanganan ekonomi secara bersamaan penanganan kesehatan, meskipun keduanya berjalan baik, penanganan kesehatan harus menjadi prioritas utama diiringi oleh ekonomi supaya dikotomi-dikotomi itu tidak muncul," terang Marwan
"Jika itu tidak terjadi maka apa yang diperingatkan ketua OJK itu bisa terjadi, oleh sebab itu harus kita cermati bersama," tegas politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mewanti-wanti pemerintah soal potensi ancaman krisis politik yang bersumber dari kegagalan mereka dalam mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi akibat virus corona.
Pasalnya, jika hal tersebut terjadi, maka dampaknya terhadap perekonomian akan lebih buruk jika dibandingkan saat ini. Wimboh memberikan peringatan itu berkaca dari pengalaman saat krisis moneter 1998. Saat itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi hingga 13 persen.
"Sekarang ini lebih kecil (kontraksinya) dibandingkan pada saat 1998. Tapi kalau kita lihat dampak pada kegiatan sosial ekonomi lebih besar sekarang. Kenapa karena pada saat 1998 itu ada krisis multidimensi termasuk kirisis politik, ini yang membuat kita sangat hati-hati jangan sampai itu terjadi," ujar Wimboh dalam diskusi virtual yang digelar Infobank, Kamis (19/7).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.