Ternyata Tak Boleh Bercerai Cuma karena Masalah Ekonomi, Berikut Penjelasan Lengkap Ahli Hukum
Wakil Sekretaris Peradi Solo, Taufiq Nugroho SH MH menegaskan perceraian pada dasarnya tidak boleh didasari pada masalah perekonomian
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
"Meskipun demikian perceraian dalam agama maupun aturan negara menjadi salah satu jalan keluar dari permasalahan rumah tangga yang tidak bisa dipertahankan."
"Jika dipertahankan malah menimbulkan mudarat," ucap Taufiq.
Baca: Jika Lakukan PHK Lalu Direkrut, Kembali Disarankan Pilih Pekerja Bertalenta dan Mundah Beradaptasi
Baca: Marak PHK di Tengah Pandemi, Ini yang Perlu Pekerja Ketahui jika Pesangon Tak Sesuai Ketentuan
Baca: Akibat Covid-19, Maskapai Virgin Atlantic Akan PHK 1.150 Karyawannya
Angka Perceraian Meningkat di Tengah Pandemi
Direktur Jenderal Badan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Dirjen Badilag MARI), Aco Nur melaporkan angka perceraian di tengah pandemi Covid-19 meningkat.
Kenaikan kasus perceraian terlihat mulai naik saat PSBB diterapkan.
Misalnya ketika April dan Mei perceraian di Indonesia di bawah 20.000 kasus.
Namun selama PSBB di bulan Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57.000 kasus.
Mayoritas kasus berada di Pulau Jawa khususnya Jawa Barat, Semarang, dan Surabaya.
Aco menduga, menduga perceraian itu dilatarbelakangi masalah ekonomi, termasuk banyak karyawan yang terkena PHK.
“Akibat pandemi Covid-19 kan banyak yang di-PHK, sehingga ekonomi nggak berjalan lebih baik."
"Hal itu buat ibu-ibu nggak dapat jaminan dari suaminya,” ujar Aco dikutip dari WartaKotalive.com.
Ia mengatakan, hal itu dapat dilihat dari jenis kelamin penggugat cerai yang berasal dari kaum hawa.
Mayoritas kasus perceraian dilandasi oleh kasus ekonomi.
Meski demikian, Aco mengatakan bahwa penutupan pengadilan selama PSBB juga berpengaruh signifikan dalam peningkatan kasus perceraian di pengadilan agama.