Bawaslu Tak Akan Lakukan Pengundian Nomor Urut Jika Pasangan Calon Pilkada Bawa Arak-arakan Massa
Fritz Edward Siregar menyebut pelanggaran protokol kesehatan pada masa pendaftaran Pilkada Serentak 2020 merupakan wake up call.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Fritz Edward Siregar menyebut pelanggaran protokol kesehatan pada masa pendaftaran Pilkada Serentak 2020 merupakan wake up call.
Dari 270 daerah yang mengadakan Pilkada, ada 243 pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan paslon dengan membawa massa.
Hal itu disampaikan Fritz saat diskusi virtual bertajuk 'Pilkada di Tengah Masa Pandemi: Siapkah Kita Melakukan Pesta Demokrasi?', Rabu (23/9/2020).
Baca: Pasha Ungu Ungkap Alasannya Batal Ikut Pilkada 2020
“Meski di dalam kantor KPU bisa menegakkan protokol kesehatan," kata Fritz.
Lebih lanjut, Fritz menyadari bahwa protokol kesehatan tidak lagi cukup diawasi saat di dalam ruang KPU.
Sejak tanggal 6 September sampai sekarang, Bawaslu juga telah melakukan koordinasi dalam rangka penerapan protokol di dalam dan di luar KPU.
Baca: Desakan Penundaan Pilkada Diprediksi Berpengaruh Terhadap Turunnya Partisipasi Pemilih
Ia menyatakan, penetapan paslon hanya diumumkan via internet.
“Para paslon hanya dapat suratnya. Saat undian pun hanya boleh dihadiri oleh paslon, LO partai, dan satu perwakilan dari partai politik. Kalau datang ke kantor KPU bawa arak-arakan, pengundian tidak akan dilaksanakan,” tegas Fritz.
Ftitz menambahkan, Bawaslu juga telah membuat aturan untuk tidak membawa massa setelah sengketa.
Baca: Dihujat Karena Dukung Putra Jokowi di Pilkada Solo, Ini Pembelaan Fahri Hamzah
Jika ada yang datang membawa massa, maka dokumen dan sidang tidak akan dilaksanakan dan diproses sampai mengikuti protokol kesehatan.
Ia mengingatkan peraturan ini harus ditegakan tak hanya dari Bawaslu dan kepolisian, tapi juga dari para peserta pemilu.
“Tidak boleh lagi ada lomba-lomba, bazar, dan semacamnya. Parpol pun menerima untuk melanjutkan pilkada 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan,” jelasnya.
4 Alasan Presiden Jokowi Tetap Lanjutkan Pelaksanaan Pilkada
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap melanjutkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 .
Pertama, menurut Mahfud yakni menjamin hak konstitusional rakyat untuk dipilih dan memilih sesuai dengan agenda yang telah diatur dalam undang-undang dan atau dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Kedua, pandemi Covid-19 belum bisa diketahui kapan akan berakhir.
Baca: Anggaran Melonjak Rp 20,46 Triliun Jika Pilkada Serentak Jadi Digelar
Karena itu, apabila Pilkada ditunda sampai Pandemi selesai, maka akan menimbulkan ketidakpastian.
"Karena tidak ada satupun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan Covid-19 akan berakhir. Di negara-negara yang serangan Covid-19 lebih besar seperti Amerika sekalipun Pemilu juga tidak ditunda. diberbagai negara juga berlangsung, pemilu tidak ditunda," kata Mahfud MD saat membuka rapat koordinasi bersama KPU dan seluruh Sekjen partai politik, Selasa (22/9/2020).
Ketiga, Presiden juga menurut Mahfud tidak ingin daerah yang menggelar Pilkada hanya dipimpin pelaksana tugas alias Plt dalam waktu bersamaan.
Baca: KPU Finalisasi Draf Revisi PKPU Tentang Penyelenggaraan Pilkada Saat Pandemi Covid-19
Karena Plt itu tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan strategis.
"Sedangkan situasi sekarang di dalam Covid-19 kebijakan-kebijakan strategis yang berimplikasi pada penggerakan birokrasi dan sumber daya lain seperti dana itu memerlukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang sifatnya strategis," katanya.
Baca: Jika Pilkada Tak Ditunda, Epidemiolog Minta KPU Rombak Aturan: Hilangkan Pertemuan Tatap Muka
Keempat, menurut Mahfud, pemerintah telah menunda Pilkada sebelumnya dari 23 September ke 9 Desember.
Karena itu, yang harus dilakukan sekarang adalah mengantisipasi masifnya penyebaran Covid-19, bukan menundanya lagi.
"Penundaan sebenarnya sudah pernah dilakukan untuk menjawab suara-suara masyarakat yang menginginkan tunda itu. Nah yang diperlukan sekarang sebagai antisipasi masih masifnya penularan Covid-19 seperti dikhawatirkan baik oleh pemerintah maupun oleh kelompok atau masyarakat yang menginginkan agar ditunda yang diperhatikan sama yaitu masifnya penularan Covid-19," katanya.