Tak Ingin Pilkada Jadi Horor, Pemerintah Didorong Terbitkan Perpu Pilkada saat Pandemi
Netty menilai proses pendaftaran paslon pilkada yang berantakan dan kemudian menjadi klaster baru Covid-19 harus menjadi pelajaran
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pilkada Serentak 2020 akhirnya disepakati untuk tetap dilaksanakan pada 9 Desember mendatang meski sempat muncul wacana penundaan akibat melonjaknya kasus Covid-19 di Tanah Air.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) Pilkada di masa pandemi guna memastikan keselamatan rakyat.
Baca: Pengamat: Menunda Pilkada Bukan Berarti Tak Jamin Hak-hak Politik Konstitusional Warga Negara
Baca: Dikritik Usai Dukung Gibran di Pilkada Solo, Begini Reaksi Tegas Fahri Hamzah: Soroti Perubahan
"Jika pilkada tidak bisa ditunda, maka penerbitan Perpu pilkada di masa pandemi sangat mendesak. Peraturan yang ada tidak mencukupi untuk memastikan gelaran pilkada menjamin keselamatan rakyat. Kita tidak ingin pilkada jadi horor," ujar Netty, kepada wartawan, Rabu (23/9/2020).
Netty menilai proses pendaftaran paslon pilkada yang berantakan dan kemudian menjadi klaster baru Covid-19 harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak.
Apalagi tahapan pilkada tersebut menimbulkan kerumunan massa yang saling berdesakan dan tak menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker.
Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI tersebut menegaskan pelanggaran protokol kesehatan itu menunjukkan tidak bisa dilakukan penertiban massa tanpa payung hukum yang kuat.
"Jika sudah menyangkut emosi massa, kita tidak yakin bisa mengendalikannya. Oleh karena itu, harus ada Perpu yang tegas mengatur pelaksanaan pilkada. Buat sanksi pembubaran kegiatan bahkan diskualifikasi bagi paslon yang melanggar," jelas Netty.
Dia berharap Perpu tersebut dapat mengatur dengan tegas perihal kampanye online, larangan berkerumun dalam jumlah tertentu, larangan konser musik, sanksi yang tegas untuk setiap pelanggaran protokol kesehatan, bahkan jika perlu mengatur pelibatan TNI dan Polri.
"Pilihan amannya adalah tunda pilkada. Jika tidak bisa ditunda dengan alasan hak konstitusional dan pelaksanaan demokrasi, maka pastikan pelaksanaannya berjalan sesuai protokol kesehatan. Tidak boleh ada yang lengah," kata dia.
Lebih lanjut, Netty juga meminta apabila nantinya Perpu pilkada di masa pandemi diterbitkan, maka implementasinya harus tegas dan ketat.
"Perpu ini tidak boleh menjadi macan ompong, dibuat untuk tidak dipatuhi atau dibuat tapi ada dispensasi. Jika pemerintah tidak siap menjamin pilkada aman, lebih baik pilkada ditunda karena keselamatan rakyat lebih penting dari segalanya," pungkasnya.