Dampak Positif Adanya Desakan Penundaan Pilkada Serentak 2020
Desakan sejumlah pihak agar Pilkada Serentak 2020 ditunda dinilai memiliki imbas positif dalam penerapan protokol kesehatan di tahapan lanjutan Pemilu
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Desakan sejumlah pihak agar Pilkada Serentak 2020 ditunda dinilai memiliki imbas positif dalam penerapan protokol kesehatan di tahapan lanjutan Pemilu.
Hal ini diungkapkan Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow.
Diketahui sejumlah pihak mendesak agar Pilkada ditunda, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
"Setelah ada suara dari PBNU dan PP Muhammadiyah ada perubahan signifikan dalam penerapan protokol kesehatan," ungkap Jeirry dalam program Overview Tribunnews, Kamis (24/9/2020).
Baca: Satgas Covid-19: Kami Melihat Kasus Positif Cukup Tinggi, Ini Juga Terkait Pilkada
Jeirry menyebut, tidak ada penumpukan massa dalam agenda pengumuman pasangan calon (paslon), Rabu (23/9/2020) kemarin seperti pada saat pendaftaran bakal paslon.
"Kemudian hari ini 24 September pengundian nomor urut, penumpukan masa di beberapa tempat kita pantau memang masih terjadi, tapi tak seheboh kemarin (saat pendaftaran)," ungkapnya.
Jeirry menyebut setelah adanya wacana penundaan yang begitu kuat disuarakan oleh sejumlah pihak, ada perbaikan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"KPU yang dulunya tidak mau mengatur kampanye rapat umum ditiadakan, mau mengatur itu untuk ditiadakan," ungkapnya.
Jeirry menyebut adanya wacana penundaan kembali pelaksanaan pemungutan suara 9 Desember 2020 mendatang memiliki dampak positif.
"Menurut saya yang terjadi kemarin itu wacana yang bagus untuk memaksa semua kita untuk mulai berpikir melaksanakan Pilkada dalam kerangka pandemi Covid-19," ujarnya.
Baca: Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda, PBNU: Kalau Dilanjut Berarti Kami Gugur dalam Berikan Masukan
Jeirry menegaskan pandemi Covid-19 tidak bisa disepelekan.
Harus ada aturan jelas yang mengatur protokol pencegahan penularan Covid-19.
"Saya merasa pandemi Covid tidak semata-mata tempelan, kita masuk gedung ada hand sanitizer, cek suhu, wajib bermasker, jarak kursi, bukan itu. tapi paradigma penanganan Covid harus masuk dalam regulasi dan mengikat semua," ungkapnya.
Menurut Jeirry, hal itu menjadi kewenangan KPU.