Surat Nikah dan Surat Cerai Bung Karno Dijual, Sejarawan: Arsip Sejarah Lebih Baik Disimpan
Agus mengatakan pemeriksaan ini dilakukan oleh tim ANRI secara menyeluruh. Pemeriksaan mulai dari material hingga konten dari surat tersebut.
Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pengolahan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Agus Santoso mengatakan pihaknya sedang menelusuri dan mengecek keaslian dokumen surat nikah dan cerai milik proklamator Soekarno dengan Inggit Garnasih yang diperjualbelikan di media sosial.
"Kalau mengenai arsip ini kami belum tahu seperti apa. Memang perlu diotentikasi, artinya kita melihat langsung mendeteksi kebenaran tentang arsip itu," ujar Agus kepada Tribunnews.com, Kamis (24/9/2020).
Agus mengatakan pemeriksaan ini dilakukan oleh tim ANRI secara menyeluruh. Pemeriksaan mulai dari material hingga konten dari surat tersebut.
Menurut Agus, pemeriksaan keaslian dari dokumen bersejarah ini tidak bisa dilakukan sembarangan.
"Itu pun harus melalui alat, tidak sembarangan, karena bisa saja dengan kertas baru tulisannya bisa baru. Atau kertas lama tulisannya baru, bisa seperti itu. Jadi emang harus dikaji, tidak sembarangan dilihat," jelas Agus.
Agus meminta pihak yang memiliki surat nikah dan cerai milik proklamator Soekarno dengan Inggit Garnasih agar tidak menjualnya. Agus menyarankan agar surat tersebut diserahkan kepada ANRI untuk diarsipkan.
"Kalau melihat dari konteks dijual itu sangat disayangkan, karena itu kan arsip berharga yang harus disimpan dan diserahkan kepada lembaga ANRI," ucap Agus.
Agus mengakui bahwa dokumen milik pribadi tidak serta merta dapat dimiliki oleh negara melalui ANRI. Dibutuhkan kesukarelaan dari pemiliknya.
Meski begitu, ANRI bakal mengirimkan tim untuk berbicara langsung dengan pemilik dokumen tersebut agar tidak dijual.
"Kami mencoba untuk melakukan yang terbaik. Mengunjungi dengan pihak-pihak yang bersangkutan untuk melihat langsung dan menyarankan untuk tidak dijual," tutur Agus.
Jika bersedia memberikan dokumen itu, pemilik dokumen tersebut akan diberikan hasil pemindaian. Sementara surat cerai dan nikah Soekarno-Inggit tersebut akan disimpan oleh ANRI.
"Mereka mungkin bisa memiliki hasil scan kami. Jadi kami memelihara dengan baik, mereka punya hasil scan juga bisa disimpan mereka," kata Agus.
Mengenai kompensasi yang diterima oleh pemilik, Agus mengatakan hal tersebut masih harus dikaji. Dirinya mengingatkan bahwa prinsip ANRI adalah mengarsipkan, dan bukan jual beli melainkan ganti rugi saja.
"Nah ini kan perlu dikaji juga. Arsip itu kalua negara, kami sebagai orang arsip, itu tidak ada jual beli hanya ganti rugi saja. Itu pun masih diperhitungkan daripada kekuatan pemerintah tapi kalau sifatnya menjual nanti itu bukan arsip. Itu sifatnya sudah komersial," kata Agus.
Terpisah, sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengaku prihatin mendengar kabar bahwa dokumen pernikahan dan perceraian Presiden Soekarno dan Ibu Inggit Garnasih yang diperjualbelikan tersebut.
Menurutnya, dokumen tersebut sebaiknya disimpan oleh keluarga ketimbang diperjualbelikan sebagai koleksi.
Adapun jika pihak keluarga enggan menjaga dokumen bersejarah tersebut, maka disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
"Saya juga prihatin itu dijual belikan, kalau pihak keluarganya memang mau menjaga dokumen, tidak apa-apa sebagai koleksi keluarga, bila tidak, lebih baik disimpan di ANRI. Karena itu arsip sejarah," ujar Asvi.
Senada dengan Asvi, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily menilai lelang surat nikah dan surat cerai milik Bung Karno dengan Inggit Garnasih tidaklah etis.
"Rasa-rasanya memperjualbelikan dokumen penting yang bernilai histroris itu tidak etis ya," ujar Ace.
Politikus Golkar tersebut kemudian menyarankan agar surat tersebut dikelola oleh negara lantaran memiliki nilai historis di dalamnya. Kepada pemegang dokumen surat tersebut, Ace menilai negara bisa memberikan perhatian khusus kepada yang bersangkutan jika memang surat itu nantinya akan dikelola oleh negara.
"Sebaiknya surat-surat yang berharga dan bernilai historis ini tidak diperjualbelikan tetapi dikelola oleh Negara," kata dia.
"Nah jika pemegang dokumen bersejarah itu membutuhkan perhatian khusus, maka sebaiknya negara turut memperhatikannya," imbuh Ace.
Sementara politikus PKS, Mardani Ali Sera mengatakan akan lebih baik jika pemerintah membeli surat tersebut.
"Kalau pemerintah mau membeli bagus, karena termasuk heritage warisan sejarah. Di wakafkan lebih baik oleh keluarga dan pemerintah memberi kompensasi," ujar Mardani.
Mardani sendiri menilai wajar jika dokumen-dokumen itu dilelang dengan harga penawaran yang sangat mahal. Alasannya surat tersebut sudah menjadi milik pribadi. Sementara Bung Karno adalah pendiri negara. Maka tak salah bila kemudian harga yang ditawarkan cukup tinggi.
"Karena barang privat maka itu milik pribadi. Menjadi berharga karena Bung Karno adalah pendiri negara. Wajar jika si empunya, mungkin keluarga besar, menghargainya dengan mahal. Ini baik dan jadi pelajaran publik menjaga barang bersejarah bisa bernilai tinggi di kemudian hari," kata Mardani.
25 Miliar
Surat nikah dan surat perjanjian cerai antara Ir Soekarno alias Bung Karno dengan Inggit Garnasih milik keluarga almarhumah Inggit Garnasih akan dijual.
Kabar itu pertama kali diketahui dari unggahan Instagram @Popstorindo yang dikelola oleh Yulius Iskandar yang diunggah pada Rabu (23/9/2020).
Dia merupakan kolektor barang antik.
"Gini, kan, saya ini jual beli barang antik, macam-macam. Kebetulan yang punya menawarkan mau dijualin, kalau barangnya mah enggak saya pegang," ujar Yulius saat dihubungi pada Kamis (24/9/2020).
Baca: Viral Surat Nikah dan Perceraian Soekarno Bersama Inggit Garnasih Dijual, Harga Capai Rp 25 Miliar
Dokumen itu terdiri dari dua jenis.
Pertama surat keterangan pernikahan.
Kedua, surat perjanjian yang isinya menerangkan perceraian Ir Soekarno dengan Inggit Garnasih.
Sejak diposting, ia mengaku banyak dihubungi banyak pihak.
"Para sejarawan kontak saya, sayang katanya kalau dijual, mending disimpan. Saya enggak tahu, tadi saya posting seizin beliau, tolong cariin pembeli, bagusnya kalau punya akses ke pemerintah seperti badan arsip atau museum," ucap Yulius.
Dalam percakapan dengan salah satu keluarga Inggit Garnasih, kata dia, soal harga sudah dibuka.
Harga yang ditawarkan fantastis.
"Buka harga Rp 25 miliar. Saya enggak tahu kenapa pengen dijual, tapi mungkin beliau sebagai pemegang dokumen sejarah, di tengah usia senja juga," ucap Yulius.
Yulius mengaku sebagai pengagum Bung Karno.
Ia sempat kaget saat melihat isi dari dokumen tersebut. Ia mengaku tidak bisa melarang dokumen bersejarah.
"Saya sama-sama pengagum Bung Karno. Ini arsip bersejarah. Cuma balik lagi, dijual itu hak beliau. Saya kalau punya dana pasti saya beli, saya jaga," ucap dia.
Dalam surat perceraian, dituliskan bahwa Soekarno tinggal di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta dan Inggit di Lengkong Besar Bandung.
Soekarno sebagai pihak pertama dan Inggit sebagai kedua.
Keduanya sudah mufakat dan menerima satu sama lain.
1. Pihak pertama akan membelikan seboeah roemah dengan pekarangannja serta isinja di Kota Bandung oentoek Fihak kedoa, menoeroet petoendjoek dan pertimbangan toean-toean Drs Mohammad Hatta,Ki Hadjar Dewantoro dan KH Mas Mansoer.
Sebeloem dapat izin membeli roemah oleh pemerintah balatentara Dai nIppon, berhoeboeng dengan Oendang-oendang Nomor 2 Pasal 10,fihak pertama menjewakan roemah tjoekoep dengan isinja bagi fihak kedoea, djoega menoeroet petoendjoek dan pertimbangan toean-toean Drs Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantoro dan KH Mas Mansoer,"
2. Pihak pertama mengakoe berhoetang kepada fihak kedoea djoemlahnya F6230 dan akan membajarnya:
a. Konen F 2000
b. Sisanya F 4280 diangsoer membajarnya f50 seboelan selama 10 tahoen.
3. Pihak pertama memberi nafkah kepada fihak kedoea seoemoer hidoep F75 per bulan.
4. Barang-barang milik Fihak pertama dan kedua jang ditinggalkan di Bengkoeloe, dibagi seperti ini. Segala boekoe-boekoe dibagikan kepada fihak pertama jang selebihnja kepada fihak kedua.
Demikianlah soerat perdjandjian ini diboeat di Djakarta, pada Djoemat tanggal 29 Boelan I tahun 2603.
Surat itu ditandatangani oleh Ir Soekarno dan Inggit Garnasih dan disaksikan Drs Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan KH Mas Mansoer.
Ketiganya turut menandatangani surat tersebut.