Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Hukum Tata Negara: Omnibus Law Cuma Buang-buang Waktu dan Biaya

Pakar Hukum Tata Negara Abdul Fickar Hadjar mengkritik keras omnibus law (RUU Cipta Kerja) yang saat ini dibahas DPR dan Pemerintah.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pakar Hukum Tata Negara: Omnibus Law Cuma Buang-buang Waktu dan Biaya
Serambi Indonesia/Hendri
Buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law di Banda Aceh, Selasa (25/8/2020). Para buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh melakukan unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law karena dinilai dapat merugikan pekerja dan lingkungan hidup. Serambi Indonesia/Hendri 

Laporan Reporter Kontan, Vendy Yhulia Susanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Abdul Fickar Hadjar mengkritik keras omnibus law (RUU Cipta Kerja) yang saat ini dibahas DPR bersama Pemerintah.

Abdul Fickar menilai, pembahasan RUU ini hanya akan membuang waktu jika nantinya tidak ada sistem yang berubah signifikan.

Fickar menjelaskan, pada dasarnya masalah yang ada saat ini ada adalah pada koordinasi dan pengawasan dari sistem yang sudah ada.

"Padahal sesungguhnya masalah ada pada, koordinasi dan pengawasan. Karena itu jika tidak ada sistem yang berubah signifikan, maka omnibus law hanya akan menjadi kompilasi aturan saja dan ini buang-buang waktu dan biaya," tutur Fickar saat dihubungi Kontan.co.id pada Minggu (27/9/2020).

Ia menambahkan sejak awal memandang bahwa cara penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang terkesan dikebut dan digabung kurang pas.

Baca: Ormas Desak Pemerintah Laksanakan Reforma Agraria Sejati dan Batalkan Omnibus Law

"Saya tidak setuju dengan cara penyusunan yang digabung dan dikebut itu, jika tujuannya mensinkronkan dan memendekan birokrasi maka sebenarnya tidak perlu membuat aturan baru, apalagi tidak ada yang berubah," imbuhnya.

Baca: Minta Pemerintah Tak Kebut Pengesahan Omnibus Law, Legislator PKS: Jangan Korbankan Pekerja 

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut disampaikan bahwa pemerintah cukup mengefektifkan pengawasan dan koordinasi dari sistem saat ini.

"Persoalan lebih pada manusianya bukan sistemnya. Jadi ini bukti kelemahan sumber daya manusia (SDM) di pemerintahan bukan pada sistemnya, asal ada proyek saja merubah-ubah aturan," tegasnya.

Sebelumnya, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja sudah nyaris rampung.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, 95% daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam RUU Cipta Kerja telah dilakukan pembahasan.

Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi mengatakan, RUU Cipta Kerja diharapkan ke depan bisa menjadi transformasi ekonomi Indonesia.

Terdapat beberapa hal yang telah dibahas. Seperti integrasi tata ruang baik baik di darat, laut, termasuk kawasan hutan.

RUU Cipta Kerja akan mendorong percepatan rencana detail tata ruang (RDTR) dalam bentuk digital.

Terkait persetujuan lingkungan, di mana tidak dihilangkannya analisa dampak lingkungan (Amdal).

Namun hanya menyederhanakan proses tanpa menghilangkan esensi perlindungan terhadap daya dukung lingkungan dan lingkungan hidup itu sendiri.

Sedangkan, perizinan berbasis risiko (risk based approach), yakni perizinan yang dikategorikan berdasarkan risikonya.

Elen menyebut, yang perlu izin adalah perizinan berusaha berbasis risiko tinggi. Jika risikonya menengah atau menengah tinggi adalah dengan pemenuhan standar.

Sedangkan untuk risiko rendah seperti UMK cukup dengan pendaftaran melalui OSS (online single submission).

Dengan demikian sudah teregister dan mendapatkan semacam lisensi atau perizinan dari pemerintah pusat.

Artikel ini tayang di Kontan dengan judul Pakar hukum sebut omnibus law hanya buang-buang waktu dan biaya

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas