Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dewan Pengawas KPK Tak Temukan Unsur Gratifikasi dalam Kasus Etik Firli Bahuri Naik Helikopter Mewah

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tidak menemukan adanya dugaan gratifikasi dalam kasus pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Dewan Pengawas KPK Tak Temukan Unsur Gratifikasi dalam Kasus Etik Firli Bahuri Naik Helikopter Mewah
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK Firli Bahuri menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memberikan hukuman ringan yakni sanksi berupa teguran tertulis 2 terhadap Ketua KPK Firli Bahuri terkait pelanggaran kode etik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tidak menemukan adanya dugaan gratifikasi dalam kasus pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri.

Sebagaimana diketahui, Firli sudah dijatuhi sanksi ringan oleh Dewas KPK lantaran bergaya hedonis dengan menumpangi helikopter mewah ketika melakukan perjalanan Baturaja-Palembang-Jakarta.

"Semua yang disampaikan sudah diperiksa di dalam klarifikasi, semua itu tidak terbukti, tidak ditemukan adanya pembuktian tentang pertemuan antara yang bersangkutan dengan seseorang dari pihak penyedia jasa penerbangan," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (28/9/2020).

Firli menumpangi helikopter dengan nomor registrasi PK-JTO.

Baca: Pegawai Mundur karena Kondisi KPK Berubah, Dugaan ICW: Firli Bahuri jadi Ketua hingga Revisi UU KPK

Heli dengan nomor registrasi PK-JTO itu dioperasikan PT Air Pacific Utama, perusahaan penyewaan helikopter yang berkantor di Lippo Cyber Park, Boulevard Gajah Mada, Lippo Karawaci, Tangerang.

Meski dioperasikan PT Air Pacific Utama, pemilik heli tersebut yakni perusahaan asal Singapura, Sky Oasis Pte. Ltd.

Berita Rekomendasi

"Pun pihak penyedia helikopter sudah memberikan keterangan yang jelas bahwa semua itu tidak ada pemberian atau fasilitas yang diberikan termasuk diskon," tutur Tumpak.

Karena itu, Tumpak menegaskan, Dewan Pengawas KPK tidak bisa berbuat lain, selain berdasarkan kepada fakta.

Baca: Buntut Gunakan Heli, Firli Bahuri Langgar Kode Etik dan Terima Sanksi Ringan, ICW: Harusnya Mundur

"Karena Dewan Pengawas juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, berbeda kalau ini dilakukan penyelidikan atau penyidikan, itu menyangkut tindak pidana. Kalau Dewas hanya membahas atau mengadili yang berhubungan dengan pedoman perilaku. Itulah yang disebut setiap insan KPK harus memposisikan diri bahwa dia adalah seorang insan KPK," ujarnya.

Dalam sidang putusan, Kamis (24/9/2020), Dewas KPK memutuskan Ketua KPK Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik karena menggunakan helikopter mewah.

Helikopter mewah itu digunakan Firli bersama istri dan dua anaknya untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang, Sumatera Selatan, pada Sabtu, 20 Juni 2020 dan perjalanan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020.

Baca: Disanksi Teguran Tertulis Gara-gara Naik Helikopter Mewah, Firli Bahuri Janji Tak Mengulangi Lagi

Helikopter itu, menurut keterangan Firli saat sidang, digunakan saat menengok makam orang tua di Baturaja.

Helikopter itu disewa Rp 7 juta per jam. Orang yang mengatur penyewaan helikopter adalah ajudan Firli bernama Kevin.

Penggunaan helikopter itu karena Firli ingin segera mengikuti rapat di Kementerian Politik, Hukum dan HAM (Kemenko Polhukam) pada Senin, 22 Juni 2020 seperti yang diminta Luhut Binsar Panjaitan.

Firli pun diberi sanksi ringan berupa teguran tertulis II yaitu agar Firli tidak mengulangi perbuatannya, dan agar Firli sebagai Ketua KPK senantiasa menjaga sikap serta perilaku dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam Kode Etik dan pedoman perilaku KPK.

Dalam pasal 10 ayat 2 huruf c disebutkan teguran tertulis II masa berlaku hukuman adalah selama 6 bulan dan pada pasal 12 ayat 1 disebutkan insan Komisi yang sedang menjalani sanksi ringan, sedang, dan/atau berat tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam, maupun di luar negeri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas