Viral Gunung Salak Tampak Terbelah, Apa Sebenarnya yang Terjadi? Ini Penjelasan Pihak Berwenang
Mengenai hal ini, Kepala Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (PTNW) Gunung Salak 1, Ugur Gursala angkat bicara.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Dalam beberapa hari terakhir ini warganet digegerkan dengan beredarnya foto dan video.
Dalam video tersebut, terlihat fenomena tanah "terbelah" di Gunung Salak, Jawa Barat.
Beberapa foto dan video tersebut menunjukkan ada tiga titik tanah terbelah di perbatasan Cianjur, Bogor dan Sukabumi tersebut.
Mengenai hal ini, Kepala Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (PTNW) Gunung Salak 1, Ugur Gursala angkat bicara.
Ia memastikan bahwa kondisi tersebut bukan tanah terbelah melainkan longsoran di hulu sungai.
Menurutnya, hujan sangat lebat diikuti angin kencang terjadi pada Senin (21/9/2020) lalu.
Sehingga, dapat dipastikan hal itu disebabkan oleh faktor cuaca yang cukup ekstrem.
"Bukan terbelah, tapi ada longsoran di hulu sungai."
"Kemungkinan akibat hujan sangat deras di puncak Gunung Salak disertai angin kencang," ungkap dia, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/9/2020).
Curah hujan tinggi belakangan ini mengakibatkan debit air Sungai Cikedung meluap.
Hal itu memicu longsoran dan banjir di bibir sungai.
Berdasarkan identifikasi lapangan, longsoran terjadi tepatnya di hulu Sungai Cikedung atau puncak Salak 3 hingga mengalir sampai ke hilir atau tepatnya di Kampung Palalangon, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Baca: Dentuman Keras di Jakarta, BMKG Perkirakan Sumber Suara Berasal dari Petir di Gunung Salak
Pada saat kejadian tinggi air sungai dihulu atau Puncak Salak 3 cukup tinggi dan air terpecah di lokasi pesawahan dan ladang atau kebun masyarakat.
Pada cuaca normal aliran air sungai sangat kecil, dan akan sangat besar pada saat hujan deras atau ekstrem.
Luapan Sungai Cikedung ini juga dipicu oleh rusaknya jalur sungai, seperti pendalaman dan pelebaran jalur sungai, serta kerusakan lain di bagian hilir.
"Tidak ditemukan adanya illegal logging, pohon yang terbawa banjir akibat longsoran di pinggir sungai yang tersapu aliran air sungai," ujar dia.
Musibah longsor dan banjir ini, sebut dia, juga menyebabkan kerusakan lahan pertanian milik warga Kampung Palalangon.
Longsor dan banjir itu menyapu sawah dan kebun sekitar kurang lebih 3 hektare.
Tak hanya itu, longsor juga menimpa rumah warga, mushala, jembatan hingga jalan penghubung Kampung Palalangon dan Kampung Loji tertutup.
"Tidak ada korban jiwa, hanya saja dampaknya adalah sawah dan kebun milik warga Kampung Palalangon sekitar 3 hektare, serta tertutupnya jalan Palalangon ke Loji. Sudah dibersihkan," ungkap dia.
Sebelumnya, banjir bandang melanda 12 desa di tiga kecamatan di Sukabumi.
Sebab, Kabupaten Sukabumi merupakan dataran rendah yang berada di bawah kaki Gunung Salak yang dilalui oleh beberapa anak sungai yang mengalir dari atas Gunung Salak.
"Kalau peristiwa Cibuntu sungai-nya terpisah, aliran sungainya beda lagi," imbuh dia.
Karena saat ini hujan sangat deras, ia pun mengimbau masyarakat yang berada di bagian bawah kaki Gunung Salak dan di sekitaran sungai supaya lebih berhati-hati.
Ia mengingatkan, jangan sampai mengambil resiko berbahaya, lebih baik ambil langkah mengungsi selama musim hujan berlangsung.
"Sudah diimbau ke warga sekitar aliran sungai agar tetap waspada di saat musim hujan sekarang," ujar dia.
Viral Awan Mirip Gelombang Tsunami di Aceh
Fenomena alam unik juga sempat terjadi di Aceh.
Awan Arcus atau yang sering disebut dengan nama awan tsunami muncul di langit Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.
Kemunculan awan yang terlihat bak gelombang tsunami ini membuat warga setempat tersebut terkejut.
Tak sedikit dari mereka yang mengabadikannya menggunakan kamera ponsel.
“Warga memang terkejut ya, selain heran, mereka juga banyak yang mengabadikan fenomena alam ini dengan telepon selulernya, juga tidak sedikit mengaitkan dengan mitos-mitos kebencanaan," terang seorang warga Aidil Firmansyah kepada Kompas.com melalui telepon selulernya, Senin, (10/8/2020).
"Tapi fenomena ini tidak berlangsung lama, hanya setengah jam kemudian awan terbawa angin, lalu cuaca pun mendung sepanjang hari,” lanjutnya.
Hal sama juga disampaikan warga lainnya.
Warga bernama Sabrina mengatakan, munculnya awan yang menyerupai gelombang tsunami itu menimbulkan ketakutan tersendiri bagi warga.
“Kami juga sempat takut melihat awan yang begitu hitam pekat, menakutkan sekali. Jarang ada peristiwa seperti ini,” katanya.
Penjelasan BMKG
Mengenai hal ini, Kasi Data BMKG Stasiun Sultan Iskandar Muda, Zakaria angkat bicara.
Ia mengatakan, munculnya awan Arcus atau biasa disebut awan tsunami tersebut merupakan fenomena langka.
Awan tsunami merupakan bagian dari awan kumulonimbus.
Fenomena ini berpotensi menimbulkan angin kencang hingga hujan es.
Oleh karena itu, warga yang mengetahui awan tersebut diminta lebih waspada dan dapat menghindari tempat terbuka.
"Awan ini merupakan bagian dari awan CB (kumulonimbus). Awan ini merupakan awan rendah dan biasanya berada pada satu level (single level)," katanya.
"Awan ini juga dapat menimbulkan angin kencang, hujan lebat, bisa juga terjadi kilat, petir, angin puting beliung atau hujan es," lanjut Zakaria.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Kabid Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Hary Tirto Djatmiko.
Ia menjelaskan, fenomena awan bergulung ini disebut sebagai awan roll atau roll cloud.
Fenomena awan bergulung merupakan suatu fenomena alamiah yang biasa terjadi.
"Roll cloud merupakan salah satu jenis awan arcus (Arcus cloud)," kata Hary saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/8/2020) sore.
Menurut Hary, terdapat dua jenis awan arcus, yaitu shelf clouds dan roll clouds.
Hary mengungkapkan, awan arcus merupakan awan rendah, panjang, dan tipis yang terkait dengan awan hujan disertai kilat atau petir, dan angin kencang.
"Awan tersebut terkadang terlihat di bawah awan cumulonimbus," ujar dia.
Ia menambahkan, awan ini berbentuk kolom horizontal yang dapat menggelinding atau bergulung panjang, apabila awan tersebut mengalami perbedaan arah angin di lapisan bagian atas dan bawah.
Hal ini, lanjutnya, terjadi saat suatu aliran udara dingin yang turun dari awan cumulonimbus sampai mencapai tanah.
"Udara dingin tersebut diindikasikan menyebar dengan cepat di sepanjang tanah, kemudian mendorong udara lembap dan hangat yang ada di sekitarnya ke atas," paparnya.
Saat udara ini naik, uap air mengembun membentuk pola awan arcus.
Imbauan BMKG
Hary menambahkan, awan tersebut mempunyai ketinggian hingga sekitar 6.500 kaki atau sekitar 2.000 meter atau 2 kilometer.
Ketika awan arcus terbentuk dengan awan cumulonimbus dan downdraft, hal ini dikaitkan dengan hujan lebat atau hujan es, kilat atau petir, dan angin kencang.
Masyarakat sekitar diimbau untuk waspada terhadap kemungkinan terjadinya hujan lebat disertai kilat dan angin kencang.
"Sejauh ini kewaspadaan terhadap hujan lebat, kilat atau petir, dan angin kencang terkait dengan hal tersebut," ujar dia.
Berawal dari Heboh Unggahan di Media Sosial
Viral awan mirip tsunami dikaitkan bencana ini berawal dari heboh unggahan foto-foto dan video di media sosial.
Unggahan @masawep di Twitter pada Senin (10/8/2020) pukul 10.35 WIB itu menarik perhatian netizen.
Dalam video berdurasi 29 detik tersebut, tampak gumpalan awan dengan warna hitam bercampur putih.
"Mohon doanya Kota Meulaboh baik2 saja. Pemandangan awan pagi ini di atas Kota Meulaboh, Aceh Barat," tulisnya.
Awan itu bergulung dan berukuran cukup panjang menyelimuti kota.
Awan seperti itu bukan pertama terjadi di Indonesia. (TribunNewsmaker/ *)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Gunung Salak "Terbelah", Ini Penjelasannya".