Busyro Muqoddas Sebut Cukong Selalu Menyertai Proses Pilkada
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyoroti gelaran Pemilu maupun Pilkada yang kerap diartikan sebagai demokrasinya para cukong.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyoroti gelaran Pemilu maupun Pilkada yang kerap diartikan sebagai demokrasinya para cukong.
Menurut Busyro, hal itu disebabkan masih tingginya tingkat korupsi sepanjang Pemilu 2004 hingga 2019 di berbagai wilayah di Indonesia.
Hal itu disampaikan Busyro saat webinar bertajuk 'Pilkada Berkualitas Dengan Protokol Kesehatan: Utopia Atau Realita', Rabu (30/9/2020).
Baca: Ketua DPR Minta Peserta Pilkada Tak Mobilisasi Massa Saat Tahapan Kampanye
“Proses Pilkada selalu ditandai dengan cukongisasi, cukongisme. Tentu cukong mengatur APBD, perizinan, dan semacamnya, didesain dalam kerangka kebutuhan bisnis mereka, bisnis yang gelap,” kata Busyro.
Eks Pimpinan KPK ini menilai, dominasi cukong sebagai rentenir politik bisa memperkuat praktik politik uang dalam proses Pemilu maupun Pilkada.
Selain itu, Busyro mengatakan persoalan lain yang muncul adalah dominasi dinasti politik.
Baca: Bawaslu Sebut 224 Calon Kepala Daerah Petahana Berpotensi Kerahkan ASN di Pilkada
Bahkan, hal itu hadir dari elit istana kepresidenan bersama elit partai politik dan elit bisnis.
“Pertanyaannya, apakah ini pupuk atau racun demokrasi,” ucap Busyro.
Menurut Busyro, dampak dari menguatnya dinasti oligarki politik adalah tersendatnya peluang penampilan kader unggulan yang berintegritas.
Lebih lanjut, Busyro meminta pemerintah untuk melakukan peninjauan kembali terhadap keputusan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020.
Baca: Beralasan Kepepet, Mantan Calon Bupati Edarkan Uang Palsu untuk Bayar Utang Pilkada
Menurut Busyro, PP Muhammadiyah telah mengirimkan surat agar Pilkada bisa ditunda oleh pemerintah.
Namun, Pemerintah bersama DPR tetap akan menggelar Pilkada pada 9 Desember 2020.
"Ketika kirim surat kepada pemerintah, pemerintah belum mengambil sikap, tetapi setelah NU (Nahdlatul Ulama,red) juga sudah mengambil sikap yang sama dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama yang lain, justru pemerintah mengambil keputusan untuk tetap kekeuh mengadakan Desember nanti, perlu ditinjau ulang," kata Busyro.