Rahardjo Pratjihno Dituntut 7 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Proyek Bakamla
Tindak pidana tersebut diyakini Jaksa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp63,829 miliar
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menjatuhkan hukuman 7 tahun pidana penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Direktur Utama PT CMI Teknologi, Rahardjo Pratjihno.
Jaksa meyakini Rahardjo terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek Backbone Coastal Surveillance System yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System secara bersama-sama dengan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku staf khusus (narasumber) Kepala Bakamla, Bambang Udoyo selaku PPK, Leni Marlena selaku Ketua ULP, serta Juli Amar Ma’ruf selaku koordinator ULP Bakamla.
Tindak pidana tersebut diyakini Jaksa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp63,829 miliar serta memperkaya Rahardjo sebesar Rp60,329 dan Ali Fahmi sebesar Rp3,5 miliar.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp600 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan terhadap Rahardjo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/10/2020).
Baca: Terpidana Korupsi e-KTP Markus Nari Dieksekusi ke Lapas Sukamiskin
Selain pidana penjara dan denda, Jaksa juga menuntut Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman tambahan kepada Rahardjo berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp60,329 miliar sesuai dengan hasil tindak pidana yang dinikmatinya.
Jaksa akan menyita dan melelang harta benda Rahardjo jika tidak membayar uang pengganti dalam waktu sebulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
"Dan jika tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun," kata Jaksa.
Dalam menjatuhkan tuntutan ini, Jaksa mempertimbangkan sejumlah hal.
Untuk hal yang meringankan, Jaksa menilai Rahardjo sudah berusia lanjut, belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga.
Sementara untuk hal yang memberatkan, Jaksa menilai perbuatan Rahardjo tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Rahardjo juga tidak merasa bersalah dan memberikan keterangan berbelit-belit dalam persidangan.
Baca: KPK Awasi Program Subsidi Gaji Pekerja Selama Pandemi Covid-19
"Terdakwa juga tidak mempunyai itikad baik mengembalikan hasil tindak pidana korupsi yang telah dinikmatinya," kata Jaksa.
Bambang Udoyo, Leni Marlena dan Juli Amar Ma'ruf telah dijerat KPK sebagai tersangka dalam kasus ini. Bahkan, kasus ini merupakan kasus kedua yang menjerat Bambang Udoyo.
Sebelumnya, Bambang yang merupakan purnawirawan TNI AL dengan pangkat terakhir Laksma telah divonis bersalah dan dihukum 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap pengadaan monitoring satellite di Bakamla.
Namun, Ali Fahmi masih melenggang bebas. Padahal, Ali Fahmi kerap disebut sebagai inisiator rasuah sejumlah proyek di Bakamla.
Ali Fahmi juga disebut berperan membagikan uang ke sejumlah anggota DPR untuk memuluskan anggaran proyek di Bakamla.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu, Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah yang telah menjadi terpidana suap proyek monitoring satelite mengakui pernah memberikan kepada Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi.
Uang tersebut diduga telah disalurkan Ali Fahmi kepada sejumlah anggota DPR untuk meloloskan anggaran proyek Bakamla ini.
Namun, sejak kasus ini mencuat, Ali Fahmi seolah 'menghilang'. Pencarian yang dilakukan KPK sejauh ini belum menunjukkan hasil.