Perludem: Pemberian Sanksi Pidana Paslon Pelanggar Protokol Kesehatan Hanya Menambah Masalah
Peneliti Perludem Nurul Amalia Salabi menyoroti soal paslon Pilkada 2020 yang menggelar kampanye secara tatap muka.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Perludem Nurul Amalia Salabi menyoroti soal paslon Pilkada 2020 yang menggelar kampanye secara tatap muka.
Menurut Nurul, para paslon pelanggar protokol kesehatan tidak perlu diberikan sangsi pidana.
Hal itu disampaikam Nurul saat diskusi virtual bertajuk 'Media dan Pilkada: Antara Peran Kritis dan Ancaman Infeksi' melalui siaran YouTube AJI Indonesia, Senin (5/10/2020).
Baca: Bawaslu Sebut 43 Persen Paslon Pilkada Masih Lakukan Kampanye Tatap Muka
"Kegiatan kampanye tatap muka yang melanggar protokol, yang perlu dan cenderung tidak setuju dengan pemberian sanksi pidana bagi calon yang melanggar protokol kesehatan," kata Nurul.
Nurul menilai, pemberian sangsi pidana kepada paslon pelanggaran protokol kesehatan hanya akan menambah masalah baru.
Selain itu, sangsi pidana justru memberikan ketidakpastian hukum. Terlebih, banyak kasus tindak pidana yang tidak bisa ditegakkan.
Baca: 6 Daftar Calon Kepala Daerah Pilkada 2020 yang Positif Covid-19, 3 di Antaranya Meninggal Dunia
"Karena memang sanksi pidana itu membutuhkan banyak banyak alat bukti dan persidangan yang panjang," ucapnya.
Maka dari itu, Nurul mengatakan, Perludem sangat mendukung paslon pelanggar protokol kesehatan untuk diberikan sangsi administrasi yakni sangsi pembatalan calon peserta Pilkada 2020.
"Sanksi administrasi pembatalan ini mungkin bisa diterapkan tetapi itu dengan Perpu atau dengan revisi undang-undang Pilkada yang sanksi administrasi dari catatan Perludem itu bisa-bisa cepat dilakukan efektif," jelasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.