Surat Edaran Menkes Terbit, Harga Tes Swab Mandiri Maksimal Rp 900 Ribu Resmi Berlaku
Kemenkes menerbitkan Surat Edaran tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan real-time polymerase chain reaction (RT PCR) yakni Rp 900 ribu.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan menerbitkan Surat Edaran tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan real-time polymerase chain reaction (RT PCR) yakni Rp 900 ribu.
Surat bernomor HK.02.02/I/3713/2020 tertanggal 5 Oktober 2020 itu ditandatangani oleh Plt. Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan , Prof. Dr. H. Abdul Kadir, PHD, Sp.THT-KL (K), MARS.
"Pemeriksaan RT-PCR yang dilakukan oleh Rumah Sakit atau laboratorium saat ini memiliki tarif yang bervariasi, sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi seluruh pihak terkait dalam pelayanan pemeriksaan RT-PCR. Berdasarkan hal itu, pemerintah perlu menetapkan standar tarif pemeriksaan RT-PCR dengan mempertimbangkan komponen jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai, dan reagen, komponen administrasi dan komponen lainnya," tulis SE yang diterima Tribunnews.com, Senin (5/10/2020).
Dalam konferensi pers yang digelar virtual, disampaikan pemberlakuan batasan tarif berlaku setelah diterbitkan Surat Edaran Menteri Kesehatan.
Sehingga dengan terbitnya SE tersebut, rumah sakit maupun laboratorium klinik di seluruh Indonesia diharapkan melakukan penyesuaian tarif.
Dalam pelaksanaannya, Dinas kesehatan provinsi, kabupaten dan kota harus melakukan pengawasan pemberlakuan pelaksanaan batas tarif tertinggi untuk pemeriksaan real time PCR sesuai dengan kewenangan masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Evaluasi terhadap batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan real-time polymerase chain reaction (RT PCR) secara periodik akan dilakukan oleh Kemenkes dan BPKP.
Ditetapkan
Pemerintah resmi mengumumkan batas tertinggi tes swab Covid-19 yang dilakukan mandiri oleh masyarakat sebesar Rp 900.000.
Harga tersebut merupakan kesepakatan yang didapat oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), setelah melakukan survei dan analisis di sejumlah fasilitas kesehatan.
Baca: Pascajalani Tes Swab Ayu Ting Ting Hanya Beraktivitas di Rumah, Eko Patrio Mendoakannya Sehat Selalu
"Kami dari Tim kemenkes dan BPKP menyetujui atas kesepakatan bersama batas tertinggi biaya swab dan pemeriksaan rapid secara mandiri yang bisa kami pertanggungjawabkan kepada masyarakat yaitu sebesar Rp 900.000," ujar Plt. Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir dalam konferensi pers di kanal Youtube Kementerian Kesehatan, Jumat (2/10/2020).
Ia mengatakan, biaya tersebut termasuk biaya pengambilan swab sekaligus pemeriksaan real time PCR.
"Jadi dua komponen ini disatukan jadi totalnya Rp 900.000," ujarnya.
Abdul merinci penentuan harga tersebut berasal dari jasa pelayanan, bahan dan biaya terkait dalam hal pelaksanaan tes .
Baca: Memilih Tak Tampil di TV dan Kabarnya Jalani Tes Swab, Apa Kabar Ayu Ting Ting?
Seperti dari segi jasa, dihitung mulai dari biaya jasa pelayanan, dokter mikrobiologi klinik, jasa tenaga kerja ekstraksi, jasa tenaga pengambilan sampel dan jasa tenaga ATLM.
Kedua, dari sisi komponen, dihitung biaya bahan sekali pakai, seperti alat pelindung diri level 3, harga reagen, harga ekstraksi serta harga PCR.
Termasuk pula harga biaya pemakaian listrik, air, telpon, maintenance alat, penyusutan alat dan pengelolaan limbah.
"Komponen terakhir yang kami masukkan adalah biaya administrasi yaitu biaya pendaftaran dan biaya pengiriman hasil," ungkap Abdul.
Abdul Kadir menuturkan, pihaknya bersama BPKP akan melakukan evaluasi secara periodik biaya komponen tes swab tersebut.
"Pada kesempatan sore hari ini kami meminta kepada semua dinas kesehatan provinsi, kabupaten dan kota untuk dapat melakukan pengawasan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan di dalam pemberlakuan harga tertinggi pengambilan swab atau pemeriksaan real time PCR," kata Abdul.
Masih Mahal
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Demokrat Lucy Kurniasari menegaskan batas tertinggi harga swab test yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 900.000 dinilai masih mahal. Terutama bagi kelas menengah ke bawah.
Diketahui, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putrantro akan segera meneken surat edaran (SE) tentang penetapan tarif tertinggi tes usap (swab test) mandiri sebesar Rp 900.000.
"Pemerintah menetapkan harga swab test maksimal Rp 900.000 itu sebenarnya masih mahal. Setidaknya itu akan dirasakan kelas menengah ke bawah," ujar Lucy, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (3/10/2020).
Baca: Soal Batas Tertinggi Harga Swab Test, PKS: Sediakan Alat Swab Buatan Dalam Negeri yang Andal
Baca: Pemerintah Tetapkan Harga Tes Swab Mandiri Tertinggi Rp 900 Ribu, Kapan Mulai Berlaku?
Lucy mengatakan seharusnya pemerintah mensubsidi biaya swab test agar masyarakat semua kelas dapat melakukannya.
Karena itu, dia sangat diharapkan pemerintah menggratiskan swab test. Dengan demikian, hal itu juga akan menjadi bukti pemerintah memang benar menomorsatukan kesehatan daripada ekonomi dan lainnya.
"Kalau pemerintah bisa mengalokasikan anggaran yang besar untuk penanganan ekonomi dan Pilkada, maka seharusnya hal yang sama juga dapat dilakukan untuk swab test," kata dia.
Baca: Harga Swab Test Rp 900 Ribu, Ini Kata Legislator PAN
Ketua DPC Partai Demokrat Surabaya itu juga mengingatkan bahwa alokasi anggaran untuk kesehatan sangatlah besar. Oleh karenanya, Lucy meminta anggaran yang ada dapat digunakan untuk subsidi menggratiskan swab test.
"Tentu Kementerian Kesehatan dapat bekerjasama dengan Kementerian Keuangan untuk mengalihkan alokasi anggaran post lain di bidang kesehatan ke anggaran untuk swab test. Dengan begitu, pemerintah memang membuktikan benar memprioritaskan kesehatan rakyatnya dengan menggratiskan swab test," jelasnya.
"Kalau hal itu dapat diwujudkan, maka semua rakyat Indonesia dapat melakukan swab test. Hal ini akan memudahkan mendeteksi penyebaran covid-19, sehingga penanganannya lebih mudah dilakukan oleh pemerintah," pungkas Lucy.
Sebelumnya diberitakan, Plt Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir mengatakan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putrantro akan segera meneken surat edaran (SE) tentang penetapan tarif tertinggi tes usap ( swab test) mandiri sebesar Rp 900.000.
Kadir berharap tiap fasilitas kesehatan memiliki kesadaran untuk mematuhi peraturan baru tersebut.
Pemerintah, katanya, menyiapkan sanksi teguran jika ada fasilitas kesehatan yang tidak mau mengikuti aturan.
"Tapi kalau setelah adanya edaran ini masih ada yang tidak patuh pada tarif tertinggi, maka dinkes dan Kemenkes akan melakukan tindak lanjut dalam bentuk teguran," katanya dalam konferensi pers yang ditayangkan langsung di Kompas TV, Jumat (2/10/2020).
Dia mengatakan, pemerintah mengedepankan pembinaan bagi fasilitas kesehatan agar dapat segera menyesuaikan tarif swab test.
Karena itu, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota diminta mengawasi pemberlakuan harga tertinggi itu di tiap fasilitas kesehatan.
"Tentu kami tidak mengharapkan ada sanksi, yang kami harapkan pembinaan," tutur Kadir.
"Kami harapkan teman-teman dengan kesadaran sendiri, masing-masing laboratorium ada semacam sense of crisis. Karena itu diharapkan ada kesadaran masing-masing untuk menerapkan harga ini," katanya.
Digratiskan
Anggota Komisi VI DPR, Marwan Jafar kembali menegaskan agar rapid test, swab test, dan vaksin Covid-19 digratiskan bagi masyarakat yang kurang mampu.
Sebab, penurunan harga belum signifikan bagi masyarakat kurang mampu yang terdampak pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan Marwan saat rapat dengar pendapat Komisi VI DPR dengan Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), Direktur Utama PT Kimia Farma, Direktur Utama PT lndofarma, dan Direktur Utama PT Phapros, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/10).
Baca: Harga Vaksin Covid-19 Diasumsikan Rp 200 Ribu per Dosis
Kata Marwan, pemberian gratis rapid test, swab test, dan vaksin Covid-19 sesuai dengan keinginan Menteri BUMN, Erick Thohir bagi peserta BPJS Kesehatan. Dan hal itu sebagai bukti negara hadir di tengah-tengah masyarakat.
“Sejak awal saya mengatakan berkali-kali, rapid test, swab test, vaksin Covid-19 digratiskan bagi masyarakat kurang mampu, sebagai bukti negara hadir dan amanat konstitusi,” kata Marwan.
"Intinya rapid test, swab test, dan vaksin itu digratiskan kepada masyarakat yang tidak mampu, bukan hanya menekan harga. Karena menurut saya penurunan harga swab 900 ribu itu belum signifikan dan itu masih tinggi," tambah Marwan.
Baca: Epidemiolog UI : Pilkada 2020 Risiko Tinggi Penularan Covid-19 dan Sulit Patuhi Protokol Kesehatan
Kata Marwan, pemerintah tidak hanya memakai data BPJS Kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu untuk mendapat gratis swab test, rapid test, dan vaksin gratis. Menurutnya, dana Kemenkes yang belum terserap dapat dialihkan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu.
"Oleh karena itu maka dana Kementerian Kesehatan yang melimpah dan belum terserap semua bisa diswitch dengan farmasi kita, tidak hanya menekan harga tetapi juga menggratiskan kepada masyarakat kita yang tidak mampu. Saya sudah berkali-kali untuk meminta gratis," kata Marwan.
Selain itu, kata Marwan, dana tersebut juga bisa dipakai untuk mensubsidi mobil lab untuk menyalurkan obat-obatan kepada masyarakat di sejumlah daerah. Apalagi, menjelang pelaksanaan Pilkada serentak 2020.
"Dan juga mensubsidi Mobil Lab kita, supaya masyarakat ke daerah-daerah bisa dengan cepat mendapat bantuan obat-obatan. Supaya lebih cepat memberikan masyarakat kita di daerah, termasuk jelang Pilkada," tuturnya.
Hal itu menanggapi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang secara resmi menetapkan harga swab test sebesar Rp900.000. Harga itu sudah termasuk pemeriksaan dengan metode real-time (RT) Polymerase Chain Reaction (PCR).
Kata Marwan, kesepakatan BPKP dan Kemenkes itu harus disosialisasikan kepada masyarakat hingga seluruh daerah. Sehingga, hal itu tidak hanya wacana ditengah-tengah masyarakat.
"Harus segera ditandatangani dan diumumkan, sehingga tidak hanya wacana. Harus dikawal di lapangan, termasuk di rumah sakit seluruh Indonesia," kata mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi itu.
Dalam kesempatan itu, Marwan juga meminta agar vaksin yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan segregasi etnik masyarakat Indonesia. Menurutnya, hal itu dapat dilakukan kerjasama dengan perusahaan farmasi luar yang memiliki uji klinis
"Soal vaksin platformnya harus cocok dengan masyarakat Indonesia, dengan kondisi tubuh masyarakat Indonesia, sesuai dengan milio masyarakat Indonesia, cocok dengan segredasi etnik masyarakat Indonesia," kata Marwan.
Ia juga meminta, agar Indonesia mengurangi impor bahan baku obat-obatan dari luar negeri. Mengingat, impor bahan baku obat-obatan yang justru membuat harga meningkat.
"Bagaimana kita mulai mengurangi impor bahan baku obat-obatan kita. Alam kita ini kan kaya raya, kenapa kita tidak menggunakan kekayaan kita. Ini momentum saatnya kita harus mengupayakan dan memaksimalkan bahan baku dari dalam negeri dengan riset yang kredible," demikian Marwan.
Catatan Redaksi: Bersama-kita lawan virus corona. Tribunnews.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat pesan ibu, 3M (Memakai masker, rajin Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak).