Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tudingan meng-Covid-kan Pasien Meruntuhkan Semangat Tenaga Medis yang Berjuang Melawan Pandemi

Kuntjoro mengatakan, tudingan bahwa pihaknya sengaja 'meng-Covid-kan' pasien justru merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19.

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tudingan meng-Covid-kan Pasien Meruntuhkan Semangat Tenaga Medis yang Berjuang Melawan Pandemi
Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S
Update Berita Covid-19 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) membantah mereka sengaja men-covidkan pasien. Menurut Ketua Umum PERSI, Kuntjoro Adi Purjanto, tuduhan men-covidkan pasien seperti yang disebut oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko adalah tidak benar.

Moeldoko sebelumnya dalam pernyataannya meminta rumah sakit tak sembarangan memvonis semua pasien yang wafat adalah disebabkan oleh penyakit Covid-19.

Mantan Panglima TNI itu mengatakan, selama ini ada isu yang berkembang bahwa rumah sakit rujukan 'meng-Covid-kan' semua pasien yang meninggal dunia untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah.

Misalnya orang sakit biasa atau mengalami kecelakaan justru didefinisikan meninggal karena Covid-19 oleh rumah sakit yang menangani.

Sementara dari hasil tes menunjukkan negatif Covid-19.

"Ini perlu diluruskan agar jangan sampai menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu," ujarnya pada Jumat (2/10/2020).

Baca: Minta Perusahaan Farmasi Tidak Mainkan Harga Jual Obat Covid 19, Luhut Minta Menkes Cek Harga Pasar

Kuntjoro mengatakan, tudingan bahwa pihaknya sengaja 'meng-Covid-kan' pasien justru merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19.

Berita Rekomendasi

Kuntjoro mengatakan, tudingan tersebut justru berakibat pada runtuhnya semangat tenaga medis yang berjuang melawan pandemi Covid-19.

"Terbangunnya opini 'RS meng-Covid-kan pasien' menimbulkan stigma dan pengaruh luar biasa pada menurunnya kepercayaan publik terhadap rumah sakit dan meruntuhkan semangat dan ketulusan pelayanan yang dilaksanakan rumah sakit dan tenaga kesehatan," ujar Kuntjoro.

"Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kepada pasien dan masyarakat umum," imbuhnya.

Kuntjoro menegaskan, pihaknya selama ini selalu patuh pada pedoman pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan.

Ia menjelaskan RS telah mengikuti memberikan pelayanan kesehatan sesuai manajemen klinis dan tata laksana jenazah dengan berpedoman pada Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

Pedoman tersebut mengatur status pasien Covid-19 yaitu suspek, probabel, konfirmasi dan kontak erat.

Aturan tersebut juga menjelaskan kriteria pasien berdasarkan gejala klinis dan hasil laboratorium.

Kepmenkes itu juga mengatur tata laksana pasien Covid-19 yang meninggal dunia, juga terdapat rincian syarat yang dibutuhkan sehingga pemulasaran jenazah diberlakukan dengan tatalaksana Covid-19.

Sementara untuk pengajuan klaim pembayaran atas pelayanan pasien Covid-19, RS selalu mematuhi petunjuk teknis (juknis) yang diatur dalam Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit yang Menyelenggarakan Pelayanan Covid-19.

Pengajuan klaim pembayaran pasien Covid-19 harus dilakukan berdasarkan assesmen klinis, dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Baca: Respons Komisi IX DPR Sikapi Permintaan Satgas Agar Setiap Provinsi Berlomba Tekan Kasus Covid-19

Rumah sakit yang memberikan pelayanan tidak sesuai tata kelola pelayanan tidak akan diberikan klaim penggantian biaya pasien Covid-19.

Dalam pedoman tersebut juga dijelaskan klaim pengajuan biaya oleh RS ditembuskan pada Kemenkes, Dinkes setempat, serta diverifikasi oleh BPJS Kesehatan.

Jika terjadi ketidaksesuaian (dispute), maka dilakukan penyelesaian oleh Tim yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan.

"Dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19, RS memegang teguh dan melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah dan pemda, dalam hal ini Kementerian Kesehatan," ujarnya.

Meski demikian, jika ditemukan bukti-bukti kecurangan, PERSI akan mendukung pemberian sanksi kepada oknum petugas yang sengaja berbuat curang demi keuntungan tersebut.

Menurut Sekretaris Kompartemen Jaminan Kesehatan PERSI, Tonang Dwi Ardyanto, pihaknya terbuka jika mendapat kritik dan koreksi serta meminta masyarakat yang menemukan kasus seperti tersebut segera melaporkan ke PERSI.

"Kami punya ratusan anggota rumah sakit. Kalau saya disuruh jawab ya tidak. Tapi kami kan punya banyak rumah sakit, kami terbuka untuk dikritik, dikoreksi dan diawasi," kata dr Tonang.

Tonang menjelaskan yang menjadi persoalan belakangan adanya stigma negatif tentang Covid-19 di kalangan masyarakat.

Jika stigma tentang Covid-19 dapat diluruskan menurutnya dapat menghindari kesalahpahaman di masyarakat.

"Covid-19 dan tidak Covid-19 sudah ada kriterianya," katanya.

Baca: Pemerintah Kehilangan Pajak Rp 500 Triliun Gara-gara Pandemi Covid-19

Ia mengatakan dimakamkan dengan protokol Covid-19 bertujuan untuk menghindari penularan pada korban meninggal yang belum dapat dikonfirmasi terpapar Covid-19 atau tidak lepas dari penyebab kematian.

Namun itu tidak berarti rumah sakit memvonis pasien maupun korban yang meninggal di rumah sakit disebabkan karena Covid-19.

"Kami mendapatkan biaya penggantian penanganan Covid-19 berbasis apa yang telah dilakukan, berdasarkan lamanya perawatan dan apa yang dilakukan baru diganti. Bukan berdasarkan pada jika pasien itu Covid-19 dapat uang, bukan begitu," kata dr Tonang.

"Yang diganti biaya perawatan. Bukan misalnya ada yang meninggal itu karena Covid-19 itu diganti uang, bukan begitu," lanjutnya.

Ia juga menegaskan klaim pengganti juga baru bisa dicarkan kalau persyaratan sudah terpenuhi. Jika ada persyaratan yang tidak lengkap tidak bisa dicairkan klaimnya.

"Penanganan sesuai berat ringannya gejala. Kalau gejalanya ringan cukup di rumah. Walaupun di beberapa tempat Pemda menganjurkan untuk dilakukan isolasi ditempat yang disediakan," kata dr Tonang.

"Bagi kami yang dirawat adalah yang gejalanya berat atau kritis baru di rawat di RS," lanjutnya.(tribun network/ras/rin/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas