4 Modus Pelanggaran Petahana di Pilkada yang Diungkap Ketua KPK: Dana Bansos hingga Mobilisasi PNS
KPK mengungkap beberapa modus pelanggaran yang mungkin dilakukan kepala daerah petahana dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tetap digelar akhir tahun ini.
Beberapa kepala daerah yang kini menjabat dipastikan kembali maju agar bisa kembali memimpin di periode kedua.
Sebagai petahana, mereka lebih diuntungkan dibandingkan para penantangnya. Apa saja "keistimewaan" yang mungkin saja akan mereka "mainkan"?
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Firli Bahuri mengungkap beberapa modus pelanggaran yang mungkin dilakukan kepala daerah petahana dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Modus pertama, kata dia, adalah saat ada anggaran bantuan sosial dan penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
"Penyusunan anggaran dan APBD itu biasanya ada saja yang terjadi penyimpangan," kata Firli dalam acaran Kampanye Virtual Netralitas ASN, Rabu (7/10/2020).
Baca: Tito Minta Jajaran Dukcapil Pusat hingga Daerah Maksimalkan Pencetakan KTP-el Jelang Pilkada 2020
Kemudian yang kedua adalah modus mengumpulkan aparatur sipil negara (ASN) untuk meminta dukungan disertai ancaman pindah jabatan apabila ASN tidak lagi mendukung petahana.
"Tidak boleh mengintimidasi para izin untuk memilih calon tertentu, ini modus yang sering terjadi," ujarnya.
Modus ketiga adalah, penyalahgunaan fasilitas kantor seperti mobil, atau hal lainnya yang dimiliki pemerintah. Sementara modus terakhir adalah penyalagunaan izin pengelolaan sumberdaya alam.
"Ada sistem kebut setoran, kejar ini mau pilkada cepat-cepat keluarkan izinya, ada negosiasi di situ," ucap dia.
Baca: Kampanye Daring di Pilkada Serentak 2020 Paling Sepi Peminat, Hanya 14 Persen
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan, calon kepala daerah di pilkada 2020 lebih berpotensi melakukan penyalahgunaan wewenang.
Ia menyebut, petahana rawan memanfaatkan momen pandemi Covid-19 untuk kepentingan politiknya.
Dengan adanya akses di pemerintahan daerah, kepala daerah petahana berpeluang memanfaatkan pemberian bantuan sosial penanganan Covid-19 untuk menarik atensi pemilih.
"Potensi pelanggaran yang akan terjadi pada pemilihan Desember ini pertama adalah abuse of power oleh petahaha," kata Abhan dalam sebuah diskusi yang digelar secara daring, Rabu (10/6/2020).
Baca: KASN Beberkan 5 Bentuk Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada, Terbanyak Kampanye di Medsos
"Jadi saat-saat ini bansos Covid ini kan banyak, kemudian tentu petahana punya akses ya, ini harus dibedakan mana ini bansos mana ini kepentingan politik," lanjutnya.
KASN Beberkan 5 Bentuk Pelanggaran Netralitas ASN
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengungkapkan lima kategori pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN terkait Pilkada Serentak 2020.
Agus menyebutkan pelanggaran netralitas ASN paling tinggi terjadi yakni kampanye atau sosialisasi melalui media sosial sebesar 23,1 persen.
Lalu, melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon atau bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah sebesar 16,7 persen.
Baca: Pilkada Serentak 2020 Masuk Masa Kampanye, Maruf Amin Ingatkan Soal Netralitas ASN
Kemudian, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon sebesar 15,2 persen dan menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada 10 persen.
"Membuat keputusan yang dapat menguntungkan/merugikan pasangan calon/bakal calon selama masa kampanye (9,7 persen),” kata Agus saat peluncuran Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, melalui siaran YouTube KASN RI, Rabu (7/10/2020).
Baca: 10 Hari Kampanye Pilkada, Bawaslu Temukan 237 Pelanggaran Protokol Kesehatan pada 9.189 Tatap Muka
Lebih lanjut, Agus menilai simpul permasalahan pelanggaran netralitas ASN adalah respon pejabat pembina kepegawaian atau PPK yang lambat bahkan enggan menindaklanjuti rekomendasi KASN.
"Kondisi ini menunjukkan adanya konflik kepentingan pada diri PPK yang bersangkutan, sehingga para pegawai ASN cenderung melakukan pelanggaran secara terus menerus," ucap Agus.
Pesan Wapres
Wakil Presiden Maruf Amin menyebut netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) akan diuji dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang mulai memasuki masa kampanye.
Pelaksanaan Pilkada menurutnya menjadi momentum peneguhan kembali reformasi birokrasi yang sudah berjalan selama ini.
"Untuk itu, perhatian terkait netralitas ASN ini harus mendapatkan prioritas kita bersama, demi menjaga amanah konstitusi tentang demokrasi dan kedaulatan rakyat," kata Maruf Amin dalam Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN yang digelar secara daring, Rabu (7/10/2020).
Baca: 10 Hari Kampanye Pilkada, Bawaslu Temukan 237 Pelanggaran Protokol Kesehatan pada 9.189 Tatap Muka
Kesakralan prosesi demokrasi (keterbukaan, akuntabilitas, integritas, dan netralitas) dalam penyelenggaraan Pilkada, dikatakan Maruf Amin, harus dijaga dari hal-hal yang dapat merusak esensi dan sendi-sendi dasar demokrasi.
“Netralitas jadi salah satu faktor penentu kualitas demokrasi dan kontestasi dalam pemilihan umum,” kataya.
Baca: Sejumlah Cakada Meninggal Akibat Covid-19, Pengamat: Ini Pilkada yang Dipaksakan dan Cenderung Nekat
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang mengatur tentang Aparatur Sipil Negara, di mana pasal 2 huruf (f) disebutkan bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas.
Untuk memperkuat dasar hukum netralitas ASN, pemerintah pada 10 September 2020 telah mengeluarkan Pedoman Pengawasan Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk Pilkada Serentak 2020
Adapun bentuknya yakni Surat Keputusan Bersama (SKB) lima institusi negara: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Baca: Epidemiolog UI : Pilkada 2020 Risiko Tinggi Penularan Covid-19 dan Sulit Patuhi Protokol Kesehatan
SKB ini bertujuan untuk menciptakan penyelenggaraan Pilkada 2020 yang netral, objektif, dan akuntabel khususnya terkait pengawasan netralitas ASN.
“Namun, harus kita akui bahwa kondisi nyata yang kita temui di lapangan belum sesuai dengan harapan dan amanah undang-undang,” katanya.
Dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada Serentak 2020 pada tanggal 25 Februari 2020 yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Wapres menjelaskan bahwa netralitas ASN menjadi salah satu dari lima indikator dominan sub dimensi kerawanan Pemilu.
“Laporan terakhir, dalam kurun waktu seminggu masa kampanye Pilkada 2020, Bawaslu telah menerima 1.300 laporan masyarakat tentang pelanggaran di dalam tahapan pelaksanaan Pilkada 2020. Sebanyak 600 di antaranya terkait dengan netralitas ASN,” katanya.
Sebagian artikel diambil dari:
Kompas.com: Ketua KPK Ungkap 4 Potensi Modus Pelanggaran Calon Kepala Daerah Petahana di Pilkada 2020
Tribunnews.com: KASN Beberkan 5 Bentuk Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada, Terbanyak Kampanye di Medsos