KASN Nilai Masalah Netralitas ASN Ada di PPK, Ini Alasannya
Ketua KASN Agus menilai simpul masalah pelanggaran netralitas ASN karena pejabat pembina kepegawaian (PPK) lambat respon rekomendasi.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengatakan, simpul permasalahan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN karena pejabat pembina kepegawaian atau PPK lambat dalam merespon rekomendasi.
Maka, tak mengherankan jika ditemukan adanya laporan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh 694 pegawai ASN terkait Pilkada hingga akhir September 2020.
Hal itu disampaikan Agus Pramusinto saat peluncuran Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, melalui siaran YouTube KASN RI, Rabu (7/10/2020).
"Kondisi ini menunjukkan adanya konflik kepentingan pada diri PPK yang bersangkutan, sehingga para pegawai ASN cenderung melakukan pelanggaran secara terus menerus," ucap Agus.
Agus menilai, permasalahan ini harus segera diselesaikan.
Karena, kalau tidak, akan ada banyak ASN yang dilaporkan dan terlibat pelanggaran netralitas.
Baca: Pemerintah Dukung Penguatan KASN sebagai Pengawas Terdepan Netralitas ASN
Baca: Maruf Minta KASN Awasi Persoalan Netralitas ASN Saat Pilkada: Ini Penyakit Tidak Sembuh-Sembuh
Baca: Oknum Camat di Kabupaten Pelalawan Riau Dilaporkan ke KASN, Diduga Melanggar Netralitas PNS
Agus juga mengungkapkan lima kategori pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN terkait Pilkada serentah tahun 2020.
Bahwa pelanggaran netralitas ASN paling tinggi terjadi yakni kampanye/ sosialisasi melalui media sosial sebesar 23,1 persen.
Lalu, melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon/bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah sebesar 16,7 persen.
“Mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon (15,2 pereen). Menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada 10 persen," kata Agus.
"Membuat keputusan yang dapat menguntungkan/merugikan pasangan calon/bakal calon selama masa kampanye (9,7 persen),” tambahnya.