Sudah Tepat Polisi Tolak Laporan Relawan Jokowi Soal Konten Najwa Shihab
Najwa Shihab mewawancara kursi kosong Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dalam program Mata Najwa jadi polemik. Ada yang hendak melaporkannya.
Penulis: Reza Deni
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Analis Konten Pemberitaan KPI Pusat Algooth Putranto menyoroti soal polemik video Najwa Shihab mewawancara kursi kosong Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Wawancara dalam program Mata Najwa tersebut ditayangkan di saluran YouTube milik Narasi TV pada 28 September 2020.
Karena konten itulah Najwa Shihab dilaporan oleh Relawan Jokowi Bersatu ke Polda Metro Jaya.
Namun, polisi telah menolak laporan tersebut, Selasa, 6 Oktober 2020 dan mengarahkan agar pihak pelapor terlebih dahulu mengadu ke Dewan Pers.
Baca: FAKTA Relawan Jokowi Laporkan Najwa Shihab, Dinilai Rendahkan Jokowi hingga Tanggapan Nana
"Tindakan dalam menindaklanjuti kasus ini sangat tepat karena secara hukum Narasi TV sejak 28 November 2019 adalah Perusahaan Pers berbadan Hukum Pers yang Terverifikasi Administratif dan Faktual," kata Algooth dalam keterangan yang diterima, Rabu (7/10/2020).
Akademisi Universitas Bina Sarana Informatika itu mengatakan keputusan Polri merupakan bentuk penghormatan terhadap Nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 01/DP/MoU/II/2012 (Dewan Pers) dan 05/II/2012 (Polri) tentang 'Koordinasi Dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers'.
MoU tersebut diperjelas dalam Nota kesepahaman Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
Baca: Najwa Shihab Buka Suara Atas Laporan Relawan Jokowi ke Polisi karena Wawancara Kursi Kosong
"Penggiringan isu bahwa penyiaran Narasi TV yang menggunakan channel YouTube dapat ditarik sebagai pelanggaran UU ITE adalah tidak tepat, mengingat status Narasi TV yang tercatat di Dewan Pers adalah media siber," lanjutnya.
Demikian pula penggiringan isu bahwa konten penyiaran Narasi TV melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) sebagai acuan bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam melaksanakan UU Penyiaran adalah tidak tepat, mengingat konten layanan video over the top (OTT) tidak diatur oleh UU Penyiaran.
"Pelanggaran P3SPS baru dapat diproses oleh KPI ketika konten Narasi TV yang dipermasalahkan tayang di stasiun televisi terestrial yang menjadi mitra Narasi TV, dalam hal ini Trans7 yang juga tercatat sebagai badan hukum pers Terverifikasi Administrasi sejak 4 September 2018," katanya.
Meski demikian, laporan masyarakat terhadap konten produk jurnalistik tidak boleh dihalangi maupun dinilai sebagai upaya mengganggu kebebasan berekspresi dan berpendapat.
"Pasal 17 UU Pers menyebutkan ‘Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan," katanya.
"Kegiatan tersebut dapat berupa ‘memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers," ucap Algooth.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.