Jubir Kementerian ATR/BPN: Tidak Ada Pasal dalam UU Cipta Kerja yang Bisa Merampas Tanah Rakyat
Taufiqulhadi mengatakan, soal pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam pasal 121 UU Cipta Kerja sama sekali tidak mengubah makna dan cara penguasa
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pengamat dan politikus mengatakan, ada pasal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yaitu pasal 121, yang membuat Pemerintah dapat sewenang-wenang merampas tanah atau rumah warga negara.
Pernyataan pengamat dan politisi tersebut dinilai sangat tendensius dan bermaksud buruk.
Karena tidak ada pasal dalam UU Cipta Kerja yang membenarkan pemerintah merampas tanah rakyat.
Demikian ditegaskan Staf Khusus dan Jubir Kementerian ATR/BPN tentang UU Cipta Kerja Teuku Taufiqulhadi melalui keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Baca: Ridwan Kamil Kirim Surat untuk Jokowi dan Puan Maharani Tolak UU Cipta Kerja, Apa Isinya?
Taufiqulhadi mengatakan, soal pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam pasal 121 UU Cipta Kerja sama sekali tidak mengubah makna dan cara penguasaan oleh pemerintah dari UU sebelumnya yaitu UU No 2 tahun 2012.
"Jika memang ada perubahan, itu hanya penyesuaian istilah saja," kata Taufiqulhadi.
Dalam UU Cipta Kerja, lanjut Taufiqulhadi, jika ada lahan dan rumah rakyat yang bersertifikat akan ditetapkan untuk kepentingan umum, maka sebelum rencana pembangunan fasilitas umum dilaksanakan, maka akan dilangsungkan konsultasi publik terlebih dahulu.
Baca: MUI Keluarkan 7 Poin Taklimat Sikapi Disahkannya UU Cipta Kerja
"Dalam konsultasi tersebut harus semua pihak sepakat. Jika masyarakat pemilik lahan atau rumah yang bersertifikat itu belum sepakat, maka tidak boleh pemerintah membangun proyek umum apapun di atas lahan rakyat tersebut," ucap anggota Komisi III DPR RI periode 2014-2019.
Dalam proses konsultasi publik tersebut, kata Taufiqulhadi, pemerintah juga akan menggunakan appraisal independen.
Sehingga, praktik pengadaan tanah untuk kepentingan akan terselenggara sangat fair.
"Harga tanah, bangunan, tanan tumbuh, penghasilan pemilik tanah, jika ada warung misalnya, akan dinilai secara sangat adil oleh appraisal independen tadi," ucapnya.
Baca: Cegah Klaster Baru Demo UU Cipta Kerja, Hindari Kerumunan, Satgas: Perang Melawan Corona Belum Usai
Taufiqulhadi menjamin, negara tidak akan mendegradasi praktik yang telah berlangsung sekarang.
"Sekarang harga tanah yang dibayar berkisar antara dua hingga empat kali harga pasar," ujarnya.