Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kompolnas Sebut Polri Berwenang Melakukan Kekerasan dan Menangkap Pengunjuk Rasa yang Anarkis

Poengky mengatakan tindakan represif dalam pengamanan aksi unjuk rasa disebut tak sepenuhnya kesalahan Polri. Termasuk kekerasan terhadap jurnalis.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kompolnas Sebut Polri Berwenang Melakukan Kekerasan dan Menangkap Pengunjuk Rasa yang Anarkis
Tribunnews/JEPRIMA
Kondisi halte Tosari yang dibakar pendemo saat berunjuk rasa menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (8/10/2020). Sekitar pukul 18.40 WIB, massa membakar halte TransJakarta Tosari, Pantauan tim Tribunnews di lapangan massa juga membakar halte TransJakarta Bundaran HI. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebutkan aparat kepolisian telah mengamankan aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

"Saya melihat aparat Kepolisian sudah melaksanakan tugasnya untuk menjaga agar situasi tetap kondusif, tetapi ada kelompok yang memancing dan memprovokasi massa sehingga aksi menjadi anarkis," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat dihubungi, Minggu (11/10/2020).

Dia mengatakan kejadian itu hampir terjadi di seluruh wilayah di Indonesia. Menurutnya, peserta aksi bersikap anarkis sehingga terjadi bentrokan dengan petugas kepolisian.

"Polisi, kendaraan polisi dan pos polisi sengaja diserang. Bahkan di Ambon Kapolda diserang dengan lemparan batu. Jika demonstrasi berjalan tertib sesuai aturan hukum, maka tidak mungkin aparat Kepolisian membubarkan demonstrasi," ungkapnya.

Di sisi lain, Poengky mengatakan tindakan represif dalam pengamanan aksi unjuk rasa disebut tak sepenuhnya kesalahan Polri. Termasuk kekerasan terhadap jurnalis yang tengah meliput aksi demonstrasi.

Baca: UU Cipta Kerja Ditolak Buruh, Hotman Paris Cerita Sulitnya Buruh Tuntut Pesangon

"Adanya korban luka dari pengunjuk rasa, jurnalis dan bahkan dari pihak Kepolisian sendiri harus dilihat kasus per kasus. Tidak fair jika yang disalahkan semata-mata polisi. Harus dilihat dengan komprehensif tentang demonstrasi, terjadinya aksi-aksi anarki dan tindakan penegakan hukum yang dilakukan Polri," bebernya.

Berita Rekomendasi

Poengky menambahkan kepolisian dinilai berwenang melakukan kekerasan dan menangkap terhadap orang-orang yang bertindak anarkis saat aksi unjuk rasa.

"Di Pejompongan misalnya, di situ jelas tindakan penyerangan yang dilakukan demonstran dengan merusak mobil polisi dan menyerang aparat, maka berdasarkan Protap Anti Anarki anggota Polri berwenang menggunakan kekerasan guna penegakan hukum, karena dalam konteks itu polisi adalah sebagai penegak hukum," jelasnya.

Dijelaskan Poengky, aparat kepolisian baru bisa melakukan kekerasan guna penegakan hukum pasca peringatan yang disampaikan dihiraukan oleh para pedemo.

Baca: Daftar 7 Hoaks yang Dibantah di UU Cipta Kerja, Presiden Jokowi Akhirnya Rilis Pernyataan Resmi

"Tahapan-tahapannya termasuk kendali tangan kosong, kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, hingga yang paling maksimal adalah dengan menggunakan senjata api jika tindakan pelaku anarki dapat mengakibatkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas