UU Cipta Kerja Disahkan, Fahri Hamzah: Anggota DPR Bekerja untuk Rakyat atau Kepentingan Lain?
Fahri mengaku tidak mau terjebak dalam menyikapi pro kontra soal Omnibus Law Cipta Kerja.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah melihat DPR dan partai politik tengah mengalami krisis besar, krisis kepercayaan yang sangat luar biasa pasca pengesahan Udang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
"Kita tidak tahu Anggota DPR ini bekerja untuk rakyat atau kepentingan lain. Ini adalah krisis besar partai politik, krisis besar dalam lembaga perwakilan," kata Fahri dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (11/10/2020).
"Kita tidak mengetahui madzab atau falsafah di belakang Omnibus Law ini, tiba-tiba menjadi rencana dalam program legislasi nasional, dan tiba-tiba kita tahu sudah disahkan jadi undang-undang," sambung Fahri.
Menurut Fahri, persoalan Omnibus Law yang sekarang ramai dibicarakan sebagai puncak dari sistem perwakilan, apakah lembaga perwakilan tersebut wujud kedaulatan rakyat, atau sebaliknya perwakilan kepentingan parpol atau kepentingan lain.
Baca: Sebut Demo UU Cipta Kerja karena Hoaks, Koalisi Masyarakat Sipil Menduga Jokowi Dapat Laporan Keliru
"Dibuku saya terakhir, buku putih yang membahas dilema 'Daulat Partai Politik dan versus Daulat Rakyat, sudah saya tulis secara terang karena saya mengalami sendiri soal krisis partai politik dan krisis lembaga perwakilan itu," papar Fahri.
Karena itu, Fahri mengaku tidak mau terjebak dalam menyikapi pro kontra soal Omnibus Law Cipta Kerja.
Sebab, baik yang menolak maupun mendukung UU tersebut, semuanya dikendalikan oleh ketua umum parpol yang melakukan deal-deal politik dan mengambil untung dari peristiwa ini.
"Makanya saya tidak mau terjebak dengan kemarahan. Baik yang mengklaim dirinya bersama rakyat maupun tidak bersama rakyat, itu semua orang-orangnya dikendalikan oleh partai politik, tidak dikendalikan oleh aspirasi rakyat. Partai politik yang sedang mengambil untung dari peristiwa ini," kata mantan Wakil Ketua DPR itu.
Jadi apabila parpol yang tiba-tiba ada di pihak rakyat atau yang tadinya mendukung dan di ujungnya menolak, kata Fahri, semua juga dikendalikan parpolnya masing-masing, bukan murni aspirasi rakyat, karena mempertimbangkan untung-rugi dari sebuah peristiwa politik.
"Independensi Anggota DPR atau kedaulatan rakyat, sudah tidak ada lagi digantikan wakil parpol. Ketum, waketum, sekjen, bedum sangat power full sekali, tinggal telepon kalau ada transaksi. Sehingga konstituensi menjadi tidak penting lagi ketika sudah dikendalikan oleh partai politik. Ini seperti lingkaran setan," katanya.
Mata rantai Lingkaran setan ini, lanjut Fahri, harus diputus dan dihentikan, karena parpol telah mengangkangi pejabat publik, mengendalikan Anggota DPR dan juga Presiden.
Baca: Terungkap Sosok Polisi Ganteng di Tengah Demo Tolak UU Cipta Kerja yang Viral, Intip Foto-fotonya
Ia menilai parpol telah melakukan kegiatan subversif terhadap kedaulatan rakyat.
"Kendali parpol bukan hanya di legislatif, tapi juga di eksekutif. Wali kota, bupati, gubernur, bahkan juga presiden ditekan. Ini semua harus dihentikan, tidak ada lagi yang harus menjadi petugas partai," ucapnya.
"Partai politik harus menjadi tinktank atau pemikir, memberikan kontribusi pada pikiran bangsa, bukan mengendalikan wayang-wayang politik yang dipilih oleh rakyat," sambung Fahri.

Fahri menilai, Omnibus Law Cipta Kerja bisa menjadi yurisprudensi bagi rakyat untuk mengajukan gugatan ke pengadilan, guna memutus mata rantai lingkaran setan kekuatan parpol di legislatif dan eksekutif.
"Yurisprudensinya kita ciptakan melalui gugatan ke pengadilan, kewenangan parpol sudah terlalu besar. Saya sedih melihat DPR dan pemerintah terlalu cepat membohongi rakyat, sehingga Omnibus Law ditolak rakyat dimana-mana," paparnya.