Pengamat Duga Ada 2 Kelompok yang Manfaatkan Aksi Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja
Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono menilai ada dua kelompok yang mencoba memanfaatkan aksi demo buruh tolak UU Cipta Kerja.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik tentang omnibus law khususnya klaster RUU Cipta Kerja sejak diwacanakan hingga pembahasan dan disahkan dalam Paripurna masih menyisakan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang Cipta Kerja bahkan memicu aksi demo di sejumlah daerah.
Meski, Karyono menyebut bahwa fenomena ketidakpuasan yang diekspresikan dalam bentuk aksi unjuk rasa merupakan hal lumrah.
"Aksi demonstrasi dalam pembahasan sebuah RUU seperti halnya RUU Cipta Kerja ini adalah hal biasa sebagaimana sering terjadi dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang lain," kata Karyono melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (13/10/2020).
Baca juga: Sebanyak 50.000 Buruh Banten Dipastikan akan Kembali Berunjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja
Baca juga: KAMI Disebut Sengaja Buat Rusuh Demo UU Cipta Kerja di Medan, Kapolda Sumut: Bisa Kita Buktikan
Lebih lanjut, Karyono mengatakan, dalam pembahasan RUU acapkali menimbulkan konflik dari para pihak yang berkepentingan.
Ketidakpuasan kalangan buruh tidak hanya diekspresikan pada pembahasan RUU Cipta Kerja.
Ketidakpuasan yang berujung pada aksi demo, sebelumnya juga terjadi dalam pembahasan RUU maupun kebijakan dalam pelbagai regulasi yang menyangkut nasib kaum buruh.
"Tentu saja, organisasi serikat buruh berkepentingan untuk memperjuangkan hak -hak buruh," ucapnya.
Sementara, pemerintah bersama DPR sebagai regulator memiliki kepentingan untuk membuat aturan yang diselaraskan dengan program pembangunan nasional seperti meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Dalam fungsinya sebagai regulator dan fasilitator, maka pemerintah perlu menjaga kesimbangan antara meningkatkan investasi dengan kesejahteraan buruh atau pekerja.
Baca juga: Sempat Ikut Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja, Pentolan Buruh di Batam Terkonfirmasi Positif Covid-19
Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pengusaha membutuhkan kepastian hukum demi terciptanya iklim usaha yang kondusif dan sustainable.
Konteks inilah yang membutuhkan kesepahaman oleh para pemangku kepentingan (stakeholder).
"Terjadinya aksi unjuk rasa karena belum ada kesepahaman di antara para stakeholder. Aksi demo yang dilakukan sejumlah elemen buruh karena pihak buruh merasa beleid tersebut belum memenuhi sekurang-kurangnya ada 7 poin yang menjadi keberatan, yaitu soal upah minimum yang penuh persyaratan, pesangon, kontrak kerja, outsourcing, kompensasi, waktu kerja, dan soal upah cuti," papar Karyono.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.