Naskah Final UU Cipta Kerja Dikirim Sekjen DPR ke Setneg Siang Ini
Menurut Indra, jumlah halaman naskah UU Cipta Kerja menjadi 812 halaman terjadi karena perubahan format kertas yang digunakan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Naskah final UU Cipta Kerja setebal 812 halaman akan dikirimkan pihak Sekretariat Jenderal DPR RI ke pemerintah siang ini.
Sekjen DPR RI Indra Iskandar yang akan mengantar langsung naskah UU Cipta Kerja kepada Sekretariat Negara untuk diserahkan ke Presiden Joko Widodo.
"Siang ini jadi saya meluncur ke Setneg untuk menyampaikan itu (UU Cipta Kerja)," kata Indra di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Indra mengatakan, pihaknya nanti akan diterima langsung Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Dia memastikan, tidak ada perubahan substansi dari draf UU Ciptaker yang akan dikirimkan ke Jokowi dengan yang disahkan di Rapat Paripurna DPR pada Senin (5/10/2020).
Baca juga: Draf UU Cipta Kerja Menyusut Jadi 812 Halaman, Arief Poyuono Yakin Substansi Tak Berubah
Menurut Indra, jumlah halaman naskah UU Cipta Kerja menjadi 812 halaman terjadi karena perubahan format kertas yang digunakan.
"Kemarin sudah dijelaskan, itu hanya teknis dari kertas ukuran biasa ke legal kalau dulu kita menyebut folio," ucapnya.
Sebelumnya, jumlah halaman naskah UU Cipta Kerja menjadi sororan lantaran beredar banyak versi.
Awalnya, draf UU Cipta Kerja saat disahkan 5 Oktober lalu setebal 905 halaman.
Kemudian sempat beredar sejumlah versi naskah UU Cipta Kerja dengan jumlah 1.035 halaman, 1.028 halaman dan 1.052 halaman.
Akhirnya, jumlah halaman UU Cipta Kerja adalah 812 halaman setelah melalui proses editing dan menggunakan kertas ukuran legal.
"Kami sampaikan kepada masyarakat bahwa jumlah halaman itu adalah mekanisme pengetikan dan editing, berbeda kertas dari pada yang diketik," kata Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Azis mengatakan, proses pembahasan RUU Cipta Kerja yang dilakukan di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI menggunakan kertas biasa.
Saat mulai editing oleh pihak Setjen DPR, kertas yang digunakan adalah legal.
"Tetapi pada saat sudah masuk pada tingkat 2 proses pengitikannya masuk di Kesekjenan yang menggunakan legal paper yang sudah menjadi kesepakatan ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang," ujarnya.