Rocky Gerung: Jangan Usir Orang Sedang Berpikir dan Jangan Mengintip di Ruang Private
Akademisi Rocky Gerung memprotes penangkapan ketiga tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) atas dugaan penyebaran kebencian.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi Rocky Gerung memprotes penangkapan ketiga tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) atas dugaan penyebaran ujaran kebencian di sosial media.
Penggunaan UU ITE untuk mempidanakan orang sebagai tindakan yang membahayakan.
"Yang kita protes adalah prosedur penanganan opini publik. Jadi kita tau yang diperlukan 3 kawan kita dan mereka juga yang lain itu UU ITE. UU yang dari dulu kita persoalkan. Kan fungsi UU itu untuk mengintip transaksi ekonomi juncto keuangan yang membahayakan. itu filosofinya," kata Rocky di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Baca juga: Rocky Gerung Bela Nikita Mirzani yang Diserang Pendukung Puan Maharani: Pikirannya Lebih Seksi
Menurutnya, percakapan di grup WhatsApp, Twitter, Facebook merupakan ruang transaksi pikiran. Atas dasar itu, seharusnya tidak boleh adanya pidana dalam transaksi pikiran antar sesama bangsa.
"Twitter, Whatsapp, Fb itu isinya transaksi pikiran yang beredar di publik. Yang di tweet itu adalah protes moral terhadap kekuasaan. Jadi memang teknologi menyediakan tempat bagi warga negara untuk melakukan protes. Itu bukan kejahatan. Kita ingin itu diperhatikan, agar tahap peradaban naik satu tahap," jelasnya.
Lebih lanjut, Rocky mengharapkan pemerintah tidak salah paham dalam pemanfaatan ruang publik di media sosial. Proses pemidanaan dalam unggahan di sosial media dinilai akan merusak peradaban demokrasi.
"Jangan mengusir orang yang sedang berpikir apalagi mengintip di ruang private orang. WhatsApp itu ruang private yang nggak boleh diganggu oleh kekuasaan. Itu peradaban demokrasi," jelasnya.
Baca juga: Diserang Pendukung Puan Maharani, Nikita Mirzani Dapat Dukungan Rocky Gerung #StandBesideNikita
"Jadi saya ingin pemerintah paham itu, jangan sampai ditanya siapa juru bicara pemerintah? Jangan sampai nanti namanya inisialnya GAM, kepanjangannya Gas Air Mata. Karena yang bicara sekarang GAM, petungan segala macam. Itu menghina peradaban demokrasi. Jadi sekali lagi kami hanya ingin menegur kekuasaan dengan cara yang bermoral. Bukan teguran politik dalam pengertian mengganggu kekuasaan," tandasnya.
Sebagai informasi, ketiga tokoh KAMI yang ditangkap dan ditetapkan tersangka adalah Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana. Ketiganya diduga melanggar pasal tentang ujaran kebencian hingga hoax di sosial media.
Dalam rilis yang diungkap Bareskrim Polri, Jumhur dipersoalkan karena menyebarkan ujaran kebencian terkait dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Salah satu cuitan yang dipersoalkan adalah tudingan regulasi itu titipan Tiongkok.
Sementara itu, Anton Permana diketahui menggunggah status yang menyebut NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia di akun sosial media Facebook dan YouTube pribadinya.
Selain itu, Anton juga menyebutkan omnibus law sebagai bukti negara telah dijajah. Dan juga regulasi itu menjadi bukti negara telah dikuasai oleh cukong.
Selanjutnya, Syahganda Nainggolan diduga menyebarkan gambar dan narasi yang tidak sesuai dengan kejadian di akun Twitternya. Gambar yang disebarkan berkaitan dengan aksi unjuk rasa buruh menolak Omnibus Law.
Ketiganya kini masih mendekam di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.