Bagaimana Nasib Kompas Gramedia Pasca Meninggalnya Jacob Oetama? Ini Kata Wartawan Senior Kompas
Berikut keterangan para wartawan senior mengenai nasib Kompas Gramedia setelah meninggalnya Jakob Oetama.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pendiri Kompas Gramedia dan Pemimpin Umum Harian Kompas, Jakob Oetama, meninggal dunia pada Rabu (9/9/2020) lalu pada usia 88 tahun.
Jakob Oetama meninggalkan jaringan bisnis raksasa, Kompas Gramedia, yang ia dirikan bersama rekannya, PK Ojong.
Kompas Gramedia (dulu bernama Kelompok Kompas Gramedia atau KKG) saat ini mengelola jaringan media seperti Kompas, Kompas TV, Kompas.com, Tribun Network, Grid Network (dulu Gramedia Majalah), Kontan, dan jaringan Radio Sonora.
Selain media, Kompas Gramedia juga mengelola percetakan, Toko Gramedia, serta hotel (Santika, Anvaya, dan Amaris).
Kekhawatiran publik terhadap kejayaan salah satu kelompok bisnis terbesar di Indonesia pasca meninggalnya Jakob Oetama pun menyeruak.
Baca juga: Kenang 40 Hari, KG Rangkum Pribadi Lengkap Jakob Oetama dalam Dua Buku Refleksi Pengalaman Bersama
Baca juga: Sosok Jakob Oetama Diungkap Pastor Ini, Kekayaan Bukan Target, Gelisah Jika Karyawan Belum Sejahtera
Banyak pihak yang menyoroti bagaimana Kompas Gramedia akan bertahan memperoleh kejayaan sepeninggal Jakob Oetama.
Terlebih, sosok Jakob Oetama begitu melekat dengan Kompas Gramedia.
Sampai muncul anggapan, "Kompas itu Jakob Oetama, dan Jakob Oetama adalah Kompas."
Beberapa tokoh pun angkat suara mengenai keberlanjutan Kompas Gramedia pasca meninggalnya Jacob Oetama.
Ninok Leksono, wartawan senior harian Kompas memahami, Kompas Gramedia akan menghadapi tantangan yang nyata setelahnya.
Terlebih menghadapi era disrupsi digital yang masih berlangsung hingga saat ini.
Baca juga: Tangis Masyarakat Atas Kepergian Jakob Oetama, Jadi Trending dan Ramai Ucapan Belasungkawa di Medsos
Baca juga: Mengenang Hari Kelahiran Mendiang Pendiri Kompas Jakob Oetama, Ini 89 Kutipan Bijaknya
"Kita berani menjawab (bahwa) kita belum menemukan formula jitu untuk memulihkan kejayaan," kata Ninok dalam diskusi virtual 'Mengenang 40 Hari Jakob Oetama' yang disiarkan harian Kompas, Minggu (18/10/2020).
Ia mengatakan sulit untuk menemukan jawaban dan menjadi sesuatu yang mengusiknya secara terus-menerus.
Kendati demikian, mantan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas ini meyakini guru yang berhasil adalah guru yang bisa menghasilkan murid yang lebih pintar dari dirinya.
"Untuk Kompas, ini sungguh tantangan, bagaimana para santri lebih pintar dari suhunya," kata Rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN) ini.
"Sepatu Pak Jakob terlalu besar. Kita tidak punya resources seperti yang dimiliki Pak Jakob, baik network politik, financial, juga legitimasi."
"Ibaratnya kita jadi terjepit, sepatu kebesaran dan tantangan lebih rumit," kata Ninok.
Namun, mantan Pemimpin Redaksi Kompas Cyber Media (kini Kompas.com) ini meyakini ada jalan keluar dari segala tantangan.
Baca juga: Berbincang dengan Jakob Oetama Harus Membuka Mata Hati, Mata Batin, dan Mata Nalar
Baca juga: Irwan Berharap Kebaikan Jakob Oetama akan Menjadi Spirit Bagi Keluarga Besarnya dan Kompas Gramedia
"Jika kita bekerja dengan hati tulus, bekerja sebagai ibadah, dan pintar membaca tanda zaman, insyaallah ada jalan keluar," katanya.
Selain Ninok, wartawan senior Kompas lainnya, Trias Kuncahyono, juga ikut angkat suara mengenai keberlangsungan Kompas Gramedia.
Mantan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas memilih jalan untuk menuangkan gagasan-gagasan Jakob Oetama ke dalam sebuah tulisan.
Baginya, tulisan tersebut akan menjadi tabungan bagi para junior yang meneruskan kejayaan Kompas Gramedia.
Dari idenya ini, munculah buku berjudul 'Warisan Sang Pemula' yang berisi segala gagasan yang dikemukakan Jakob Oetama.
"Kalau ada catatan yang pernah disampaikan lalu dituangkan dalam tulisan, itu akan sangat penting bagi tabungan junior," kata Trias dalam diskusi yang sama.
Baca juga: Titiek Puspa Cerita Kesederhanaan Jakob Oetama Semasa Hidup
Baca juga: Jusuf Kalla: Semua Tahu Pak Jakob Oetama adalah Tokoh Media yang Hebat
Menurutnya, pondasi tersebut bisa meneruskan agar bangunan 'Kompas Gramedia' menjadi tetap kuat.
"Buku ini ultimate saya, tertulis sehingga abadi sebagai buku putih, bagi kita sebagai keluarga Kompas sangat berguna."
"Karena gagasan Pak Jakob bukan gagasan Kompas saja, tapi bagaimana membangun Indonesia, membangun toleransi, dan membangun persaudaraan," pungkasnya.
Kepemimpinan Jakob Oetama di Kompas Gramedia diteruskan salah satu putranya, Lilik Oetama, sebagai CEO.
Liliek Oetama, yang memulai karier di Hotel Santika, menjadi CEO Kompas Gramedia sejak 2015 menggantikan Agung Adiprasetyo.
Agung, yang memulai karier di harian Kompas, menjadi CEO selama 10 tahun setelah Jakob Oetama mengendalikan Kompas Gramedia dari belakang layar.
Jakob Oetama telah 15 tahun mundur dari kegiatan operasional perusahaan 15 tahun sebelum meninggal dunia.
Kendati sudah mundur, pada awal-awalnya, Jakob Oetama --atau sering dipanggil Pak JO-- masih menghadiri rapat-rapat penting perusahaan seperti penyusunan business plan dan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Kompas Gramedia terus tumbuh, bahkan merambah sejumlah bisnis baru seperti logistik dan pergudangan serta jalan tol.
Di bidang media, Kompas Gramedia bertransformasi dengan cepat ke dunia digital. Saat ini, Kompas Gramedia mengelola merek-merek website terkemuka di Indonesia seperti Kompas.com, Tribunnews.com, dan Grid Network serta Kontan.co.id dan kompas.tv.
(Tribunnews.com/Maliana)