Catatan Pakar Setahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Soroti Jiwasraya, KAMI, HTI, Buruh dan Cipta Kerja
Ada kesan bahwa presiden berjalan sendiri dan para menterinya sibuk dengan urusan masing-masing.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin memasuki periode 1 tahun menjabat sejak dilantik pada 20 Oktober 2019, lalu.
Pakar politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens memberikan perspektif selama setahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam bidang Politik.
Pertama, kata Boni, konsolidasi demokrasi berjalan dengan baik di tingkat pranata politik yang ditandai oleh menguatnya prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kedemokratisan sebagai ukuran dari terselenggaranya tata kelolah pemerintahan yang baik dan pemerintah yang bersih (good governance and clean government).
Meski demikian, Boni menilai masih ada catatan.
"Penguatan nilai-nilai demokrasi di dalam birokrasi masih menjumpai tantangan dengan mengakarnya kelompok radikal keagamaan dalam birokrasi dan pemerintahan sebagai warisan dari masa lalu," kata Boni Hargens saat dihubungi Tribunnews, Selasa (20/10/2020).
Selain itu, mekanisme checks and balances antara pemerintah dan DPR berjalan baik secara prosedural, namun publik masih meragukan fungsi kontrol DPR terhadap pemerintah karena konstelasi parlemen yang kurang berimbang antara partai pemerintah dan partai oposisi.
"Ini bukan salah partai pemerintah tetapi karena partai oposisi belum memperlihatkan praktek oposisi yang cukup bermutu dalam proses legislative dan dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan secara menyeluruh," ucap Boni.
Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf, Bamsoet Dorong Pemerintah Tingkatkan Lima Program Prioritas
Lebih lanjut, Boni menyebut, jika manajemen kekuasaan di internal pemerintah, kalau dibaca secara kualitatif, tidak begitu mendapat respons positif dari public.
Ada kesan bahwa presiden berjalan sendiri dan para menterinya sibuk dengan urusan masing-masing.
Selain itu, peran strategis public relations istana tidak begitu kelihatan dalam membentuk persepsi public terkait kinerja dan citra pemerintah.
Akibatnya, presiden 'digebuk' oleh lawan-lawan politiknya untuk isu yang tidak seharusnya menjadi tanggungjawab presiden.
"Skandal Jiwasraya adalah warisan jaman Presiden SBY, tetapi opini publik memberi kesan seolah-olah ini dosa pemerintahan Jokowi," ujar Boni.
Dalam hal macam ini, lingkaran dalam istana harusnya tahu harus berbuat apa.
Sebagai catatan, untuk tahun yang akan datang, sangatlah urgen bagi presiden untuk menata kembali konstelasi 'lingkaran dalam istana' untuk menyelamatkan wibawa presiden sendiri dan, terutama, untuk menjamin stabilitas politik yang berkelindan dengan kepercayaan pasar terhadap pemerintah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.