PKS Komentari 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf: Represif dan Royal Terhadap Utang
Hari ini, Selasa (20/10/2020), tepat satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Anis mengatakan ketidakberhasilan pemerintah mencapai target-target ekonominya ini menjadi Indikator dan catatan tidak baik, bahwa janji politik pemerintah selama masa kampanye tidak tercapai.
Hal tersebut juga menunjukkan pemerintah tidak mampu memenuhi ekspektasi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan. “Bahkan, Indonesia semakin dekat dengan jebakan negara berpendapatan menengah,” kata dia.
Secara khusus, Fraksi PKS mencatat ketidakberhasilan mencapai target pertumbuhan ekonomi diantaranya karena struktur ekonomi nasional terus bergantung pada sektor konsumsi. Porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB pada 2019 mencapai 56,62 persen; meningkat dari 55,76 persen pada 2018.
Baca juga: Menko Airlangga Ajak Pengusaha Jerman Dukung Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Indonesia
"Hal ini menunjukkan ekonomi nasional semakin rapuh karena bergantung pada daya beli,” jelas Anis.
Peranan belanja pemerintah yang hanya 8,75 persen dinilai PKS sangat rendah untuk mendukung ekspansi pemerintah. Sementara itu, menurut angka realisasi LKPP tahun 2019, realisasi belanja negara mencapai Rp2.309 triliun. Angka tersebut mencapai 14,58 persen dari PDB tahun 2019 sebesar Rp15.833 triliun.
“Dengan memerhatikan angka tersebut, terlihat bahwa kualitas belanja pemerintah cukup buruk. Gap antara potensi ideal dengan realisasi sekitar 6 persen,” ungkap Anis.
Anis pun memberikan sejumlah saran untuk peningkatan kinerja pemerintah ke depan di bidang ekonomi. Pertama, Anis menekankan pemerintah harus meningkatkan efektivitas program-program penciptaan lapangan kerja.
Sepanjang Agustus 2019, kata dia, jumlah pengangguran di Indonesia naik menjadi 7,05 juta orang. Angka ini semakin bertambah dengan adanya kasus-kasus PHK dan pekerja di rumahkan, atau matinya sektor usaha kecil akibat pandemi Covid-19.
Kedua, menurutnya pemerintah harus berusaha menurunkan angka kemiskinan yang meningkat pada situasi pandemi Covid-19. Pemerintah harus memperkuat jaring pengaman sosial, stimulus, dan kebijakan ekonomi yang fokus menurunkan tingkat kemiskinan serta bekerja keras agar tidak terjadi lonjakan jumlah penduduk miskin.
Anis mengatakan pengurangan kemiskinan secara umum mengalami perlambatan, dimana pada periode 2009-2014 setiap tahunnya kemiskinan rata-rata berkurang 0,58 persen, sedangkan pada era Pemerintahan Jokowi hanya berkurang 0,26 persen per tahun.
"Kami menilai penurunan angka kemiskinan bergerak lebih lamban. Dengan guncangan pandemi Covid-19, kinerja pengurangan kemiskinan pemerintah akan semakin berat. Di satu sisi harus memperbaiki angka ketertinggalan kemiskinan rata-rata per tahun, disisi lain mengatasi melonjaknya angka kemiskinan akibat Pandemi Covid-19," jelasnya.
Ketiga, Anis menyarankan agar pemerintah lebih proaktif dan progresif dalam menyelesaikan permasalahan ketimpangan hingga perlu mengeluarkan kebijakan yang lebih spesifik.
Berdasarkan koefisien gini, ketimpangan di Indonesia masih stagnan pada angka 0,380. Sedikit mengalami penurunan dari 0,382 atau sebanyak 0,002 poin. Perbaikan gini rasio lebih disebabkan meningkatnya konsumsi kalangan menengah dibandingkan perbaikan konsumsi kalangan bawah.
Selain itu berdasarkan sejumlah penelitian, kata Anis, kualitas pertumbuhan Indonesia mengalami penurunan dan hal ini menyebabkan stagnannya koefisien gini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.