BPKN Desak Negara Atur Regulasi Periklanan
Karya-karya pelaku usaha periklanan, baik di media elektronik maupun media cetak yang membuat tercengang dengan kreativitas mereka.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkembangan dunia periklanan dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat dan luar biasa.
Karya-karya pelaku usaha periklanan, baik di media elektronik maupun media cetak yang membuat tercengang dengan kreativitas mereka.
Namun jika dicermati lebih lanjut dari karya-karya tersebut, sebagian dari produk iklan tersebut telah dianggap melanggar tata krama (kode etik) periklanan di Indonesia, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Ada dua gejala umum dari bentuk pelanggaran kode etik periklanan yang paling sering terjadi, yakni merendahkan produk pesaing, dan penggunaan atribut profesi atau "setting" tertentu yang menyesatkan atau mengelabui khalayak.
Beberapa iklan mengolah temuan-temuan riset tanpa menyinggung sumber, metode dan waktunya, sehingga seolah-olah mengesankan suatu kebenaran.
Baca juga: Facebook Tolak 2,2 Juta Iklan yang Berusaha Halangi Pemungutan Suara Pemilu AS 2020
Dalam hal kategori produk, pelanggaran paling banyak ditemui pada iklan-iklan obat-obatan dan makanan.
Salah satunya seperti apa yang ditayangkan sebuah TV Swasta Nasional dalam program liputan khusus selama berminggu-minggu tentang sampah plastik dan jenis-jenis plastik, di mana di dalamnya terselip slide berjudul “Keunggulan Polyethylene Terephthalate (PET)”.
Sayangnya, dalam slide itu tersembunyi sebuah pesan yang jika disimak tengah menyudutkan produk lain dengan menyebutkan bahwa galon berbahan PET tidak mengandung bahan BPA yang berbahaya.
Sekjen Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Herry Margono mengatakan, iklan-iklan seperti yang dibuat galon isi ulang itu sekarang lagi berkembang pesat.
"Itu namanya disebut dengan native ad, dan itu lagi berkembang. Menurutnya, seringkali iklan-iklan seperti itu dibuat seperti berita biasa dengan menyembunyikan statusnya bahwa itu sebenarnya adalah iklan," kata Herry dalam acara webinar “Perlunya Sanksi Tegas Terhadap Pelanggaran Etika Iklan Produk Pangan” yang digelar Forum Jurnalis Online, Selasa (20/10/2020).
Padahal, itu harus tegas disebutkan adalah iklan dan harus dibedakan dengan program acara.
Iklan galon sekali pakai itu bukan hanya memberikan informasi yang salah kepada masyarakat tapi juga bagaimana membangun public mind.
“Iklan itu telah membangun image negatif di masyarakat khususnya terhadap konsumen pengguna galon guna ulang berbahan PC yang disebutkan memiliki Zat Biosphenol-A atau BPA yang berbahaya bagi kesehatan dan pemicu gangguan hormon dan kanker. Itu kan telah
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.